Suasana di Pantai Kuta. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan hasil monitoring dan analisa dinamika atmosfer, BMKG memprediksi bahwa pada tahun 2020 tidak terindikasi akan terjadi El- Nino kuat. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

Demikian juga, NOAA dan NASA (Amerika), serta JAMSTEC (Jepang) memprediksi hasil yang serupa. “Hal ini menandai tahun 2020 nanti diperkirakan tidak ada potensi anomali iklim yang berdampak pada curah hujan di wilayah Indonesia. Curah hujan akan cenderung sama dengan pola iklim normal atau klimatologisnya,” tandas Dwikorita Karnawati dalam siaran persnya, Selasa (22/10).

Baca juga:  Gibran Bantah Disebut Masuk Partai Golkar

Dikatakan, musim kemarau umumnya akan dimulai pada bulan April – Mei hingga Oktober 2020. Sedangkan wilayah di dekat ekuator, seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Riau, musim kemarau pertama akan dimulai pada Februari – Maret 2020. Sehingga, masyarakat diimbau agar tetap waspada potensi kondisi kering yang dapat berdampak kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Sementara itu, untuk 2019 ini, El – Nino lemah telah berakhir pada Juli lalu, dan kondisi netral ini masih berlanjut hingga di penghujung tahun. Fenomena yang saat ini sedang terjadi, lanjut Dwikorita, adalah rendahnya suhu permukaan laut daripada suhu normalnya yang berkisar antara 26 – 27 derajat celcius di wilayah perairan Indonesia bagian selatan dan barat, sehingga berimplikasi pada kurangnya pembentukan awan di wilayah Indonesia.

Baca juga:  Usai MATTA Fair, Kemenpar Ikut "Wonderful Indonesia Travel Fair" di Malaysia

“Dengan adanya fenomena tersebut, mengakibatkan awal musim hujan periode 2019/2020 mengalami kemunduran, dan sebagian besar wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim hujan pada bulan November, kecuali untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan yang dimulai sejak pertengahan Oktober 2019,” paparnya.

Dwikorita mengimbau agar perlu mengoptimalkan usaha menjaga cadangan air melalui optimalisasi manajemen operasional air waduk saat musim penghujan dan melalui gerakan memanen air hujan. Teknologi Modifikasi Cuaca dapat diterapkan sebagai alternatif pada saat peralihan kedua musim tersebut, terutama bagi wilayah yang rawan kekeringan dan Karhutla. (Winatha/balipost)

Baca juga:  Dalam 2 Hari Ini, BMKG Imbau Warga Pesisir Waspadai Gelombang Tinggi
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *