DENPASAR, BALIPOST.com – PT Solid Gold Berjangka (SGB) akhirnya memenuhi panggilan DPRD Bali dan bertemu langsung dengan para nasabah yang menjadi korban di gedung dewan, Selasa (22/10). Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan nasabah menjadi korban investasi bodong yang ditawarkan perusahaan pialang tersebut.
Perkembangan terakhir, ada 50an lebih nasabah yang merasa tertipu dengan total kerugian mencapai belasan miliar rupiah. SGB yang berkantor pusat di Jakarta, memiliki cabang di Bali. Tepatnya di Jl. Merdeka VI No.17-18 Denpasar.
Dari SGB Bali hadir Zaidan Farhan dan Yesi N. Sari, sedangkan dari SGB Jakarta hadir Hadi W. dan Ahmad Fauzi.
Ketua Komisi II DPRD Bali yang memimpin jalannya pertemuan, IGK Kresna Budi, sempat meminta SGB untuk menunjukkan izin beroperasi di Bali. Akan tetapi, SGB hanya mampu menunjukkan Surat Keterangan Usaha dari Perbekel Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.
Surat keterangan itupun sebetulnya untuk administrasi permohonan NPWP. D sisi lain, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali, Dewa Putu Mantera menegaskan bila pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin untuk SGB.
Begitu pun setelah dicek ke DPMPTSP Kota Denpasar, juga sama tidak pernah menerbitkan izin. Selain persoalan izin operasi, SGB juga dituntut mengembalikan uang nasabah. Hal inipun membuat suasana pertemuan memanas karena SGB tak kunjung memberi kepastian kapan akan mengembalikan.
SGB bahkan menyebut uang nasabah itu tidak masuk ke SGB, namun masuk ke perusahaan kliring. Atas desakan para nasabah yang menjadi korban, dewan akhirnya meminta SGB untuk menandatangani surat pernyataan bermaterai 6000.
Surat itu ditandatangani Kepala Cabang SGB Branch Bali, Zaidan Farhan. Isinya, SGB menyatakan keputusan tentang pengembalian dana nasabah akan dikonsultasikan dengan pihak SGB di Jakarta.
Selain itu, SGB juga bersedia hadir kembali dalam pertemuan pada 29 Oktober mendatang yang dihadiri Manajemen Kantor Pusat di Jakarta, Baperti dan pihak-pihak lain yang dipandang perlu.
Anggota Komisi II DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya mengatakan, surat pernyataan itu merupakan bentuk pertanggungjawaban SGB dan mengandung aspek hukum. Jika SGB sampai melarikan diri, maka surat pernyataan itu bisa dijadikan sebagai bahan laporan ke pihak berwajib.
Politisi PDIP ini juga menyebut SGB sebagai broker lantaran tidak memegang langsung uang nasabah, serta tidak memiliki ijin operasional. “Dia hanya terdaftar, hanya broker, pialangnya orang Jakarta, uangnya ditaruh di bank lain, dia hanya dapat fee,” jelasnya.
Ketua Forum Korban SGB I Made Warsa mengaku akan menunggu sampai 29 Oktober sesuai janji SGB. Pihaknya berharap ada penyelesaian.
Paling tidak, uang para nasabah bisa kembali sesuai dengan yang sudah disetor. “Total Rp 11 miliar lebih dengan jumlah korban 50 orang,” ujarnya.
Di sisi lain, Warsa melihat SGB seperti menyembunyikan sesuatu. Ada indikasi pembodohan yang dilakukan SGB, karena apa yang disampaikan SGB kepada nasabah tidak sama dengan apa yang disampaikan di hadapan dewan. (Rindra Devita/balipost)