MANGUPURA, BALIPOST.com – Menggambar itu bukan kegiatan zaman dinosaurus. Menggambar justru bisa menjembatani ke dunia digital. Demikian dikemukakan Presiden Direktur Faber-Castell International Indonesia, Yandramin Halim, Jumat (25/10).
Ia mengatakan hal itu terkait makin minimnya anak-anak yang berinteraksi menggunakan pensil dan asyik dengan gawainya. Menggambar dan mewarnai, menurut pria yang akrab disapa Halim ini, memiliki banyak sekali manfaat bagi anak-anak, yakni meningkatkan skill dan daya kreatif mereka.
Tiga tahun belakangan ini pun, tren mewarnai untuk relaksasi makin berkembang di seluruh dunia. Sebab, fungsi mewarnai dan menggambar, salah satunya membuat orang lebih rileks.
Bertumbuhnya tren baru ini sebagai bagian gaya hidup, diakuinya menyebabkan permintaan produk-produk pensil mewarnai dan menggambar mengalami peningkatan. Total, Faber-Castell Indonesia mampu memproduksi sekitar 3 juta gross pensil setiap tahunnya.
Dari keseluruhan produksi tersebut, sebagian besar hasil produksi pabrik di ekspor ke 40 negara. “Produk Faber-Castell diekspor ke Eropa, seperti Jerman, Asia, Amerika dan Timur Tengah,” ungkapnya ditemui di sela-sela gathering karyawan merayakan HUT ke-20 Faber-Castell International Indonesia.
Ia pun mengatakan mewarnai dengan warna-warna tertentu juga bisa menyerap manfaat yang berbeda-beda. Dikatakan kerjasama sudah dilakukan dengan salah satu RS di Singapura.
Anak-anak penderita kanker di sana, diajak mewarnai dengan memilih warna-warna yang bisa menghasilkan energi positif. “Memberikan anak-anak itu motivasi tambahan sehingga fighting spirit mereka tumbuh lagi,” ungkapnya.
Terutama di era digital ini, ia menilai mewarnai dan menggambar bisa membantu orang mengatasi stress. “Di abad digital ini justru kita perlu pensil warna. Untuk mengimbangi,” sebutnya.
Dikatakannya kegiatan seni ini bisa menyeimbangkan antara penggunaan gawai. Sebab, jika sudah kecanduan gawai, efeknya akan sangat tidak baik, terutama bagi anak-anak. Untuk merehabilitasi anak-anak yang kecanduan gawai ini juga sulit. Misalnya di Cina dan Korea, anak-anak yang adiktif dengan candu ini dimasukkan ke pusat rehabilitasi yang mirip kamp militer.
“Jadi jika makin banyak anak menggunakan gawai, makin banyak juga kegiatan menggambar dan mewarnai dilakukan. Makanya kita membuat lomba gambar yang melibatkan anak dan orangtua. Itu yang kita jembatani, agar family itu memiliki quality time. Menciptakan momen-momen yang menarik antara si ibu dengan anak, ayah dengan anak, bahkan kakek dengan cucunya,” paparnya. (Diah Dewi/balipost)