BANGLI, BALIPOST.com – Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali yang berlokasi di Kelurahan Kawan, Bangli menjadi satu-satunya rumah sakit di Bali yang khusus menangani pasien gangguan jiwa. Tak hanya pasien dewasa, pasien usia anak-anak juga ada yang dirawat di rumah sakit tersebut.
Berdasarkan data RSJ Provinsi Bali, jumlah pasien yang dirawat dikelompokan berdasarkan usia. Mulai dari kelompok usia 1-4 tahun, 5-14 tahun, 15-24 tahun 25-44 tahun, 45-64 tahun dan 65 ke atas.
Pasien kelompok usia 1-4 tahun yang dirawat inap selama lima tahun terakhir tercatat nihil. Sementara untuk usia 5-14 tahun jumlahnya berfluktuasi rata-rata belasan pasien dalam setahun.
RSJ paling banyak merawat inap pasien dengan kelompok umur 25-44 tahun yang mencapai seribuan lebih orang setiap tahunnya. Direktur RSJ Provinsi Bali dr. Dewa Gede Basudewa, SpKj membenarkan pasien yang selama ini menjalani rawat inap maupun rawat jalan di RSJP Bali di Bangli tidak saja dewasa, namun juga pasien anak.
Jumlah pasien anak yang dirawat selama ini lebih sedikit dari yang dewasa. “Yang masuk kategori pasien anak adalah yang usia di bawah 18 tahun,” ujarnya, Kamis (31/10).
Untuk merawat pasien anak, pihaknya selama ini telah memiliki sub spesialis jiwa anak yang didukung dokter spesialis anak. Dijelaskannya selama ini penyebab gangguan pada anak ada beberapa faktor.
Biasanya karena adanya problem gangguan daya ingat. Ada penyakit di otaknya. IQ-nya yang di bawah rata-rata menyebabkan anak mengalami kesulitan bergaul, kesulitan berkomunikasi dengan lingkungan dan orang tuanya. “Biasanya hal ini memunculkan gangguan hiperaktif, mengganggu lingkungan dan kadang-kadang juga gampang emosi. Hal itu yang kemudian menyebabkan anak dirawat inap karena ada perilaku-perilaku yang menurut keluarganya aneh dan membahayakan dirinya,” terangnya.
Selain karena faktor tersebut, faktor lainnya seperti stres juga dapat memicu anak mengalami gangguan jiwa. Ia mengatakan biasanya gangguan jiwa yang diakibatkan karena stres terjadi pada anak remaja yang usianya mendekati 17 tahun.
Misalnya anak usia SMP atau SMA bisa mengalami stres karena putus pacar, tidak percaya diri, atau karena sering diejek di lingkungannya. “Bisa juga karena mendapat tekanan dari orang tua, orang tua terlalu mengekang, selalu merendahkan si anak. Atau mungkin karena mengalami kekerasan waktu kecilnya sehingga pada saat remaja kemampuan dia mengatasi penderitaan akibat kekerasan fisik masa kecilnya habis sehingga timbul gangguan jiwa, dengan gejala gangguan emosi, gangguan jiwa berat, berhalusinasi, berpikir aneh-aneh,” jelasnya.
Dalam merawat pasien gangguan jiwa anak, dr. Basudewa mengatakan pihaknya telah merencanakan untuk menyiapkan ruang khusus anak dan remaja. Kapasitasnya tidak banyak sekitar 10-15 tempat tidur.
Saat ini RSJP Bali sedang membangun fasilitas baru untuk geriatri dan rehab narkoba. Rencananya ruangan-ruangan lama akan difungsikan untuk ruang anak dan remaja. “Ruangan untuk Geriatri tahun ini selesai, nanti sementara akan kita pakai untuk ruang anak dan remaja. Tapi seting ruangannya belum memenuhi, artinya setinggnya masih seperti ruang rawat dewasa,” ujarnya.
Menurutnya pemisahan ruangan anak dan dewasa harus dilakukan karena pasien anak punya dunia sendiri. Anak punya kekhususan yang kapasitasnya beda dengan dewasa.
Anak sifatnya lebih khusus, misalnya terkait kematangan pikiran, kematangan prilaku, dan hubungan sosial beda yang dengan pasien dewasa. “Kita takutkan pasien anak diperlakukan tidak senonoh oleh pasien dewasa,” imbuhnya. (Dayu Swasrina/balipost)