AMLAPURA, BALIPOST.com – Dua tersangka terkait kasus tindakan korupsi dana Program Pemberdayaan Mandiri Desa (PNPM) di Kecamatan Rendang yakni Ni Ketut Wartini alias Gebrod dan Ni Wayan Murti alias Bebel ditetapkan Satuan Reserse Polres Karangasem. Kali ini kembali ditetapkan satu tersangka baru, yakni I Wayan Sukertia asal Banjar Kedungdung, Desa Besakih, Rendang, Karangsem.
Kasus sudah masuk tahap II dan telah dilimpahkan ke Kejaksaan Amlapura. Wakapolres Karangasem, Kompol Aris Purwanto, Selasa (5/10) mengungkapkan, pihaknya telah melakukan proses penyelidikan terhadap tersangka sejak 29 April 2019. Kata dia, kasus ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi dana PNPM pada 2017. “Sebelumnya kita telah menetapkan dua tersangka yang terlibat kasus korupsi dana PNPM ini. Dan sekarang kita kembali tetapkan satu tersangka baru yang terlibat kasus korupsi ini,” ucapnya.
Purwanto menambahkan, sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian mencapai Rp 1,9 miliar. Menurutnya, pelaku membantu dalam meloloskan pinjaman yang diusulkan oleh kelompok-kelompok fiktif sebanyak 32 kelompok. “Tersangka ini sudah tahu fiktif, tapi ikut meloloskan pinjaman uang terhadap kelompok itu. Tersangka di sana sebagai ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Rendang. Dan sekarang sudah masuk tahap II, dan berkasnya akan dilimpahkan ke kejaksaan Karangasem,” sebutnya.
Atas kasus ini, pelaku dikenakan pasal 2 ayat 1 Undang – Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Hukuman penjara paling singkat 4 tahun, dan paling lama 20 tahun.
Atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 terkait tindak pidana korupsi. Ancamaan penjara paling singkat satu tahun, dan paling lama 20 tahun.
Sementara itu, kuasa hukum I Wayan Sukertia yakni Made Arnawa, mengungkapkan, pihaknya menghormati proses penyidikan. Tapi, ia mengatakan bakal melakukan pra peradilan.
Karena, penetapan status tersangka kepada kliennya masih ada hal prematur. Sebab, biasanya kalau korupsi simpan pinjam, dikenakan hukuman perdata bukan pidana.
Arnawa menambahkan, kliennya hanya sebagai ketua UPK Rendang. Sebelum menurunkan uang, ada tim survei yang memantau kelayakan kelompok apakah layak mendapatkan pinjaman atau tidak. Sehingga, tim survei ini yang seharusnya lebih tahu masalah kelayakan tersebut. “Klien kita hanya menyerahkan dana yang dipinjam. Klien kami tidak tahu apakah itu kelompok fiktif atau tidak. Karena yang mensurvei ke bawah adalah tim survei,” tegas Arnawa. (Eka Parananda/balipost)