Petani sedang berada di sawahnya. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Kemarau panjang yang masih berlangsung sampai sekarang mengakibatkan


milik petani di Buleleng mengalami kekeringan. Dari luas keseluruhan sawah di Bali Utara saat ini 10.335 hektare, tercatat kerusakan tanaman akibat kemarau panjang tahun ini seluas 181 hektare.

Seratusan hektare lahan sawah itu menyebar di enam kecamatan di Bali Utara. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pertanian (Distan) Buleleng Made Sumiarta saat menajdi narasumber dalam dialog interaktif “Geliat Buleleng” yang disiarkan Radio Singaraja FM 92.0, Selasa (5/11).

Made Sumiarta mengatakan, sejak kemarau melanda Buleleng, pihaknya telah menugaskan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) di masing-masing kecamatan agar memantau kondisi pertanian padi di wilayah binaan masing-masing. Dari penelusuran PPL, ditemukan sawah yang terdampak kemarau panjang terjadi di Kecamatan sawan seluas 81 hektare.

Di Kecamatan Buleleng kemarau merusak tanaman padi milik petani dengan luas 53 hektare. Sementara di Kecamatan Sukasada terjadi kekeringan di 30 hektare, Kecamatan Busungbiu dan di Kecamatan Banjar ditemukan lahan sawah masing-masing seluas 7 hektare mengalami kekeringan. “Kami temukan ada enam kecamatan yang terdampak kemarau panjang yang masih berlangsung sampai sekarang. Lahan sawah ini kering karena irigasi mati total, sementara sumur dangkal atau sumber air lain tidak bisa dialirkan ke petak sawah,” katanya.

Baca juga:  Perluas Peluang Manggis Bali ke Tiongkok, Registrasi Kebun Dipercepat

Menurut mantan Kepala Bagian (Kabag) Umum Setda Buleleng ini, dari 181 hektare sawah yang terdampak kekeringan itu, kerusakan tanamannya, mulai dari rusak ringan, sedang, berat, dan puso. Tanaman yang dikategorikan rusak ringan dan sedang itu masih memungkinkan petani melakukan pemeliharaan sampai menginjak musim panen.

Sedangkan, untuk padi yang terdampak rusak berat itu dipastikan tidak bisa dipanen dan tingkat kerusakannya bertambah parah menjadi puso.

Baca juga:  Seratus Hektare Sawah Alami Kekeringan di Subak Segeh

Kategori ini pun petani dipastikan akan mengalami gagal panen. “Untuk rusak ringan dan sedang itu karena sebelumnya masih cukup dapat air. Namun untuk rusak berat itu sudah mengarah pada puso karena setelah penanaman, benih tidak mendapat pasokan air mencukupi,” jelasnya.

Mengatasi dampak kekeringan tahun ini, Made Sumiarta menyebut, Distan telah menyiapkan program untuk membantu meringankan kerugian modal para petani. Bantuan itu adalah penyiapan benih pengganti yang bisa ditanam pada musim tanam mendatang.

Hanya saja, bantuan benih ini diberikan kepada petani yang mengalami puso hingga gagal panen. Selain itu, bantuan peminjaman mesin pompa air untuk petani yang memiliki sumur dangkal di dekat lahannya atau menyedot sumber air yang posisinya berada di bawah persawahan.

Bantuan ini untuk menambah pasokan air, sehingga padi yang masih membutuhkan pengairan itu bisa ditangani dan tidak menjadi puso alias gagal panen. “Program itu untuk jangka pendek, sehingga harapan kami petani yang gagal panen bisa diringankan dengan bantuan benih. Untuk padi yang masih rusak ringan dan sedang agar tidak menjadi puso kami bantu dengan peminjaman mesin pompa air untuk sumur dangkal atau sumber air di bawah persawahan,” jelasnya.

Baca juga:  Badung Surplus Produksi Beras

Untu meminimalisir dampak kekeringan di 2020, Sumiarta menyebut, pihaknya mengingatkan subak untuk lebih teliti dalam menentukan jadwal penanaman. Selain itu, penerapan pola tanam yang diajurkan pemerintah diharapkan diikuti.

Tidak itu saja, Distan juga menyarankan petani memanfaatkan program Asuransi Usaha Tanaman Padi (AUTP). Program ini penting diikuti karena kalau tanaman mengalami kerusakan hingga 75 persen, baik karena dampak kekeringan atau bencana alam, petani akan menerima dana pertanggungan hingga Rp 6 juta per hektare sawah. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *