SINGARAJA, BALIPOST.com – Warga Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, Kecamatan Banjar mengusulkan kepada pemerintah pusat agar mengalihkan hutan yang berbatasan dengan Danau Tamblingan menjadi hutan adat. Karena dengan menjadi hutan adat, pengawasan dalam menjaga kelestarian dan kesucian hutan yang dipercaya sebagai daerah hulu menjadi maksimal.
Selama ini upaya menjaga kelestarian dan kesucian kawasan itu sering terganjal oleh regulasi pemerintah. Usulan permohonan menjadi hutan adat itu telah melalui pembahasan di internal Catur Desa Adat Dalem Tamblingan (Munduk, Gobleg, Desa Gesing, Kecamatan Banjar, dan Desa Uma Jero Kecamatan Busungbiu).
Dari kesepakatan itu terungkap kalau hutan yang masuk wilayah Catur Desa Adat Dalem Tamblingan itu diberi nama “Hutan Mertha Jati.” Langkah awal menyampaikan keinginan itu, sejumlah pengurus Catur Desa Adat Dalem Tamblingan menemui Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana (PAS), Selasa (5/11). Rombongan warga dipimpin Ketua Tim Sembilan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, Jro Putu Ardana.
Jro Putu Ardana mengatakan, selama ini hutan di wilayah Catur Desa Adat Dalem Tamblingan itu diawasi penuh oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. Meski secara pemerintahan kawasan hutan itu kewenangan BKSDA, namun secara local geneius, kawasan hutan itu menjadi daerah hulu yang disucikan.
Ini terbukti dengan keberadaan sejumlah pura di dalam hutan tersebut. Tidak saja melaksanakan ritual agama, namun dengan keberadaan pura tersebut, warga sendiri memiliki tanggung jawab besar menjaga kelestarian pura dan kawasan hutan.
Dalam menjalankan kewajiban, warga secara adat sering berbenturan dengan regulasi dari pemerintah pusat. Untuk itu, diajukan permohonan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar kawasan itu dijadikan hutan adat. “Dari turun temurun kami ditugaskan menjaga kelestarian hutan berikut pura warisan pendahulu kami di sana. Kami tidak ingin tangung jawab dalam menjaga kelestarian daerah hulu dan disucikan itu tidak bisa berjalan maksimal, karena sering berbenturan dengan sejumlah aturan pemerintah secara nasional,” katanya.
Selain mengajukan permohonan menjadikan hutan adat, Jro Putu Ardana menyebut, pihaknya menyiapkan awig-awig yang mengatur pengawasan dan tanggung jawab warga menjaga kelestarian Hutan Adat Mertha Jati tersebut. Ia juga memastikan kawasan hutan itu sebagai daerah resapan air, sehingga tidak ada pemanfaatan dalam bentuk lain. “Keinginan kami agar bisa maksimal menjaga kelestarian hutan agar menjadi suci, sehingga awig-awig ini jaminan kami akan bertanggung jawab penuh atas hutan tersebut dan tidak ada pemanfaatan lain,” jelas mantan Kelian Desa Pakraman Munduk, Kecamatan Banjar ini.
Menganggapi usulan itu, Bupati Putu Agus Suradnyana (PAS) mendukung warga Catur Desa Adat Dalem Tamblingan yang mengusulkan hutan adat itu. Tanggung jawab setiap warga yang diatur melalui awig-awig itu diyakini akan dapat mengikat warga.
Untuk itu, Bupati berjanji mengkaji kembali usulan itu dalam waktu dekat ini. Nantinya, hasilnya disampaikan kepada Catur Desa Adat Dalem Tamblingan. “Pada dasarnya kami sependapat dan mendukung hal itu. Sebelum diajukan, saya minta waktu untuk mengkaji dulu terkait dasar hukumnya supaya keputusan yang kita ambil tidak salah,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)