DENPASAR, BALIPOST.com – DPRD Bali, khususnya Komisi IV mulai melakukan pembahasan awal Ranperda tentang Rencana Pembangunan Industri Provinsi Berbasis Budaya Branding Bali Tahun 2019-2039, di gedung dewan, Selasa (5/11). Pembahasan belum menukik ke materi pokok ranperda.
Baru sebatas membahas judul karena mencantumkan istilah asing yakni branding. “Judul itu ada istilahnya branding. Kalau di bahasa Indonesia itu merk. Apakah itu yang dimaksud atau yang dimaksud adalah ciri khas Bali?” ujar Koordinator Pembahasan Ranperda, I Nyoman Budiutama.
Menurut Budiutama, pihaknya akan meminta pemaparan dari tim ahli terkait kajian yang dipakai dalam penggunaan istilah branding pada rapat berikutnya. Baik menyangkut dari aspek filosofis, sosiologis maupun yuridis formal.
Meskipun penggunaan istilah asing tersebut dimungkinkan di dalam Undang-undang, namun tetap harus dicantumkan maksudnya dalam penjelasan umum. “Ranperda ini kan untuk 20 tahun, makanya perlu dikaji secara seksama,” jelas Politisi PDIP asal Bangli ini.
Budiutama menambahkan, keberadaan ranperda juga erat kaitannya dengan hak paten. Yakni untuk melindungi produk-produk lokal Bali agar jangan sampai diambil alih oleh provinsi lain.
Di samping, untuk lebih mengembangkan sekaligus menguatkan industri lokal yang berbasis budaya branding Bali.
Anggota Komisi IV DPRD Bali, I Ketut “Boping” Suryadi mengatakan, salah satu tujuan lahirnya perda adalah untuk perlindungan, pengendalian, pendampingan, serta pemberdayaan. Dalam hal ini, kehadiran pemerintah patut mempertimbangkan keberadaan industri lokal yang sudah ada.
Sebagai contoh, arak Bali yang selama ini ada menjadi warisan budaya. Namun masuk ke dalam daftar negatif list.
“Kalau memang itu harus dilindungi, diberdayakan, dikendalikan, ya kendalikan dong dengan sebuah regulasi yang jelas,” ujar Politisi PDIP asal Tabanan ini. (Rindra Devita/balipost)