Oleh AAN Oka Wiranata
Kasus korupsi di Indonesia penanganannya masih membutuhkan perhatian yang serius dari berbagai kalangan. Termasuk masyarakat memiliki peranan penting ikut mencegah terjadinya korupsi di segala aspek.
Banyak upaya yang mesti dilakukan oleh semua pihak. Kasus-kasus korupsi yang akhir-akhir ini diekspos yang melibatkan jajaran birokrasi dan pejabat di daerah menunjukkan korupsi masih terjadi. Upaya mencegah terjadinya korupsi yang melibatkan pejabat di daerah pun telah dilakukan antara Kementerian Dalam Negeri yang bersinergi dengan KPK. Komitmen bersama sebagai langkah mencegah semakin meluasnya korupsi di Indonesia terus digelorakan.
Berkaca pada terjadinya kasus korupsi yang melibatkan jajaran birokrasi dan pejabat di daerah, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah pada era Presiden Joko Widodo jilid II dengan memperkuat peran Inspektorat Daerah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perangkat Daerah.
Peraturan pemerintah yang baru-baru ini sudah disosialisasikan di Kementerian Dalam Negeri mengisyaratkan Inspektorat pada era milenial ini tidak semata-mata memiliki tupoksi memastikan ketaatan pemerintah daerah dalam penyusunan anggaran. Lebih dari itu, dalam PP 72/2019 diamanahkan Inspektorat Daerah harus mampu mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang dapat mencegah korupsi.
Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak 2004 sudah lebih dari kepala daerah menjadi tersangka, bahkan baru-baru ini sudah enam kepala daerah ditangkap, termasuk pada Rabu 16 Oktober 2019 KPK menangkap Wali Kota Medan. Untuk meminimalisasi terjadinya korupsi di daerah inilah salah satu harapannya peranan Inspektorat diperkuat.
Dalam aturan terbaru itu dijelaskan pemeriksaan dugaan penyalahgunaan wewenang termasuk terjadinya indikasi korupsi dapat dilakukan oleh Inspektort Daerah tanpa diketahui atau mendapatkan penugasan dari kepala daerah. Hanya, harus diyakinkan bahwa apa yang dihasilkan berdasarkan temuan pemeriksaan oleh Inspektorat Daerah wajib dipatuhi dan ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah.
Adanya penguatan peran bagi Inspektorat Daerah seyogianya dibarengi dengan peningkatan kapabilitas inspektorat secara menyeluruh bukan sebatas para auditor, termasuk sumber daya manusia (SDM) ASN yang menjadi bagian di lingkungan Inspektorat Daerah, sehingga mereka bisa lebih optimal dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, sebelum PP 72/2019 diimplementasikan jajaran SDM di Inspektorat perlu diberikan pendidikan terkait tambahan tugas mereka dan harus memiliki sertifikasi. Terpenting dalam SDM, Inspektorat tidak hanya diisi oleh mereka yang lulusan akuntansi dan keuangan, tetapi ke depan diperkuat juga dengan disiplin ilmu lainnya.
Peraturan pemerintah yang salah satunya mengatur tentang penguatan peranan Inspektorat Daerah ini secara otomatis akan mengubah cara kerja sebelumnya karena posisi inspektorat merupakan subordinat kepala daerah. Dijelaskan dalam PP 72/2019 ruang lingkup dan sasaran tugas inspektorat di antaranya ditentukan oleh kondisi dan keadaan masing-masing daerah.
Dalam hal hasil pemeriksaannya pun tidak diwajibkan inspektorat disampaikan ke kepala daerah. Artinya, pelaporan dilakukan secara berjenjang, jika temuan pemeriksaan Inspektorat Kabupaten/Kota diwajibkan disampaikan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, sedangkan temuan Inspektorat Provinsi langsung ke menteri.
Setelah mendapatkan laporan dari Inspektorat Provinsi dalam PP 72/2019 ditegaskan, bahwa menteri melakukan supervisi kepada Inspektorat Provinsi dalam menangani laporan indikasi penyalahgunaan wewenang dan/atau kerugian keuangan negara/daerah. Pelaksanaan supervisi ini melibatkan lembaga yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan intern pemerintah. Begitu pula, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan supervisi kepada inspektorat daerah kabupaten/kota.
Terkait dengan pemberhentian ataupun memutasikan jajaran inspektorat seorang kepala daerah tidak bisa sesuka hati, harus dilakukan sesuai tingkatan levelnya. Pemberhentian dan memutasikan inspektorat provinsi harus didahului dengan konsultasi dengan menteri, sedangkan level inspektorat kabupaten/kota dikonsultasikan ke gubernur.
Peraturan pemerintah terkait peran inspektorat ini secara tidak langsung juga mengisyaratkan suatu harapan ke depan semakin profesional dan independen dalam menjalankan tugasnya selain mengawal tata kelola ketaatan pemerintah daerah dalam penyusunan anggaran, juga mencegah terjadinya korupsi di daerah.
Perlu juga menjadi catatan sebelum PP 72/2019 ini diterapkan, penguatan inspektorat sekaligus dibarengi dengan peningkatan kelas jabatan jajaran inspektorat, sehingga dalam melaksanakan tugasnya lebih percaya diri apabila ketika memeriksa pejabat di daerah yang terindikasi melakukan penyalahgunaan wewenang.
Penulis, alumni S-2 Unhi