Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) InaHEA (Indonesian Health Economic Association) ke-6 di Nusa Dua, Badung, Rabu (6/11). (BP/edi)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Sebanyak 10,4 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Jumlah ini menempatkan Indonesia di ranking keenam dunia. Bahkan, 73% penyandang diabetes di Tanah Air tidak sadar dirinya menderita diabetes melitus.

Ketua CHEPS-UI (Center for Health Economics and Policy Studies–Universitas Indonesia Prof. Budi Hidayat, S.KM., MPPM., Ph.D., menyampaikan hal itu di sela Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) InaHEA (Indonesian Health Economic Association) ke-6 di Nusa Dua, Badung, Rabu (6/11).

Dikatakannya, mereka yang saat ini tidak sadar menderita di abetes, dalam empat hingga enam tahun ke depan akan mengalami komplikasi, seperti stroke, penyakit jantung dan gagal ginjal. Terkesan, penyakit-penyakit inilah yang menghabiskan dana JKN. “Untuk itu, kita harus stop dari hulunya,” tegasnya.

Baca juga:  Konsumsi Avtur Harian di Bandara Ngurah Rai Capai 2007 KL

Studi terkini yang dilakukan oleh CHEPS UI menemukan, dari 1.658 pasien DM2 yang disurvei, 66% komplikasi berupa mikrovaskular seperti nefrofati dan retinopati dan 22% makrovaskular (stroke dan kardiovaskular). Rata-rata komplikasi muncul empat tahun setelah pasien didiagnosis dan paling lama enam tahun.

Berdasarkan studi lain, pada 800 ribu populasi diabetes ternyata 57% mengalami komplikasi. Tahun 2016, biaya yang dikeluarkan JKN sebesar Rp 7,7 triliun untuk menangani diabetes dan 74% tersedot guna membiayai pasien diabetes yang mengalami komplikasi.

Baca juga:  Aktivitas Gunung Agung Meningkat, Sejumlah Desa di Bangli Dilanda Hujan Pasir

Menurut Hidayat, biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi diabetes tanpa komplikasi Rp 5,4 juta/orang/tahun (perempuan) dan Rp 5,7/orang/tahun (laki-laki). Untuk yang disertai komplikasi Rp 11 juta/orang/tahun (perempuan) dan Rp 14 juta/orang/tahun (laki-laki). Bila dikalikan dengan sekitar 60% penderita diabetes yang memiliki komplikasi, dibutuhkan Rp 59 triliun untuk pembiayaannya. Kalau semua pasien telah didiagnosis, mungkin dibutuhkan biaya pengobatan hingga Rp 199 triliun.

Baca juga:  6 Kasus Positif COVID-19 Baru, Bukan Transmisi Lokal

Ketua Umum Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) Prof. DR. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, menyayangkan selama ini tenaga medis hanya memfokuskan perhatian kepada hal-hal yang bersifat medis, misalnya pengobatan. Usaha ini belum mencapai hasil maksimal. Di sisi lain, pembiayaan kesehatan masih sangat rendah.

“Penderita diabetes terus meningkat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angkanya terus naik. Dari 5,7% 5 (Riskesdas 2007), 6,9% (2013), dan melonjak jadi 10,9% di Riskesdas 2018,” jelasnya. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *