Ilustrasi. (BP/ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Daging babi illegal masuk ke Bali dan ditemukan sampai di Tabanan pada Minggu (10/11). Daging babi itu diduga terkontaminasi virus African Swine Fever (ASF).

Ketika dikonfirmasi Senin (11/11), Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Bali Sukerni membantah daging babi tersebut terkontaminasi virus. Daging babi sebanyak 4 ton tersebut merupakan daging babi hutan (daging celeng) dari Palembang.

Sementara, dikatakan, Palembang adalah daerah yang tidak terkontaminasi virus ASF. Di Indonesia, daerah yang terkontaminasi virus ASF adalah Medan, Sumatera Utara. “Kami dapat info bahwa ada pemasukan ilegal dari Palembang berupa daging celeng (babi hutan) masuk ke sini tanpa dokumen tapi belum bisa dipastikan terkontaminasi ASF,” ujarnya.

Baca juga:  Dua Hari Bali Catatkan Puluhan Korban Jiwa COVID-19, Dua Kabupaten Terbanyak Sumbang Pasien Meninggal

Dari Agustus 2019, ia telah melakukan langkah–langkah pencegahan. Kasus ASF cepat menyebar, dari Eropa dan laporan terakhir yaitu Timor Leste pada Juni lalu. Dinas PKH Bali sudah berkoordinasi dengan instansi vertikal terkait seperti bandara, karantina, balai pusat veteriner, telah melakukan langkah–langkah. “Jadi ketika kasusnya terjadi di Tiongkok waktu lalu kita sudah kumpulkan semua stakeholder di Bali untuk mensosialiasasikan ASF, langkah–langkah yang harus dilakukan,” pungkasnya.

Baca juga:  Paceklik Ikan, Nelayan Pasrah dan Jual Perahu Selereknya

Bulan lalu ia juga melakukan FGD juga dengan seluruh penerbangan luar negeri dan karantina. Gerak cepat yang dilakukan yaitu membuat instruksi gubernur terkait dengan pelarangan pemanfaatan sisa makanan dari pesawat dan barang bawaan orang asing. Selain itu, juga disosialisasikan agar tidak memanfaatkan limbah hotel maupun limbah horeka untuk pakan babi. “Atau toh mengambilnya dari sana, harus dilakukan perebusan lebih dulu,” sebutnya.

Baca juga:  Di Tabanan, Hingga April Terdapat 49 Kasus Baru HIV

Jika virus ini sampai mengenai babi, jarang ada babi yang selamat karena angka kesakitan dan kematian sampai 100 persen. “Jadi masalahnya kalau itu kena, babi kita akan mati semua. Peternak kita akan mengalami kerugian ekonomi yang sangat besar,” imbuhnya.

Meskipun virus ini tidak bersifat zoonosis, tidak menular dari hewan ke manusia. Namun, jika sampai terkena virus ini akan berdampak pada kerugian ekonomi peternak. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *