Oleh I Wayan Ramantha
Bali telah lama berkembang menjadi daerah tujuan wisata utama di Indonesia dan terkenal di mancanegara. Keunikan budaya yang dimiliki Bali, menjadi modal dasar pengembangan pariwisata daerah ini, yang tidak ditemukan di daerah mana pun di dunia.
Budaya yang diusung bersumber dari agama Hindu yang memang dianut oleh sebagian besar masyarakatnya dan sangat toleran terhadap agama lain. Keunikan budaya yang digambarkan oleh keseluruhan cara hidup, kegiatan, keyakinan dan adat kebiasaan orang, kelompok, atau masyarakat Hindu Bali telah memberikan keunggulan komparatif, tidak hanya bagi pariwisata Bali, tetapi juga bagi pariwisata nasional. Keunggulan komparatif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara atau daerah bersumber dari keunikan yang tidak dimiliki oleh negara atau daerah lain.
Selama berpuluh-puluh tahun berkah pariwisata itu telah dirasakan, tidak hanya oleh orang Hindu, tetapi juga oleh saudara-saudara kita yang beragama lain. Tidak hanya oleh daerah Bali, tetapi juga oleh daerah-daerah lain di seluruh nusantara. Karena keunggulan komparatif pariwisatanya, Bali telah lama menjadi etalase perdagangan internasional bagi produk-produk yang dihasilkan oleh daerah lain, seperti patung cendana dari NTT, gerabah dari NTB, patung batu padas dari Yogyakarta, mebel dari Jepara, tekstil dan garmen dari Bandung, serta banyak lagi dari daerah lain, mulai dari Sabang hingga ke Merauke.
Dalam pengembangan pariwisata nasional, istilah Bali and Beyond telah lama diperkenalkan ke seluruh dunia. Memperkenalkan Bali yang sejatinya beragam, juga dimaksudkan agar wisatawan yang datang ke sini, menjadi tertarik untuk melihat daerah-daerah tujuan wisata lain di negeri ini.
Masyarakat Bali sangat bangga dengan pembangunan sepuluh Bali baru di luar Bali. Bali tidak pernah keberatan, bahkan sebagai bagian dari NKRI, masyarakat Bali sangat mendukung pola marketing itu. Kebudayaan Bali sesungguhnya memiliki nilai-nilai yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip multikulturalisme. Manusia Bali sangat paham pada pentingnya keberagaman atau adanya yang lain daripada keseragaman.
Pemasaran Pariwisata Nasional
Daerah-daerah yang ingin dikembangkan menjadi Bali baru di luar Bali adalah: (1) Danau Toba di Sumatera Utara, (2) Tanjung Layang di Bangka Belitung, (3) Tanjung Lesung di Banten, (4) Pulau Seribu di Jakarta, (5) Borobudur di Jawa Tengah, (6) Gunung Bromo di Jawa Timur, (7) Mandalika di Nusa Tenggara Barat, (8) Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur, (9) Wakatobi di Sulawesi Utara, dan (10) Morotai di Maluku Utara. Semua itu dirancang, karena sejak awal pemerintahannya, Presiden Jokowi telah menetapkan pariwisata sebagai core business negara.
Strategi Presiden RI itu sangat mendasar, karena saat awal pemerintahannya pada periode pertama, menyadari pendapatan devisa dari sektor pariwisata hanya menempati urutan keempat setelah pendapatan dari hasil penjualan berbagai komoditas seperti batu bara dan minyak sawit. Kini di awal pemerintahannya pada periode kedua, pariwisata telah menjadi penyumbang pendapatan devisa urutan kedua.
Diharapkan dengan berbagai target dan strategi yang akan ditempuh, sektor ini bisa menjadi penyumbang devisa terbesar dalam lima tahun ke depan. Sektor pariwisata budaya yang berkembang di Indonesia, tidak akan pernah habis walaupun terus digali.
Mungkin karena ingin cepat-cepat menjabarkan misi Presiden itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama mengeluarkan pernyataan yang kurang cerdas dengan menargetkan Bali beserta Danau Toba, menjadi destinasi wisata yang ramah wisatawan Muslim dari mancanegara. Pernyataan yang salah itu memang patut disayangkan, karena seharusnya sebagai seorang menteri, beliau setidaknya berbicara berdasarkan data yang akurat, atau kajian yang mendalam.
Selama ini rasanya belum pernah ada penelitian yang menyimpulkan bahwa destinasi wisata Bali kurang ramah terhadap wisatawan Muslim. Fakta empirik ditunjukkan oleh diperpanjangnya masa kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud, dari semula direncanakan hingga tanggal 9 menjadi 12 Maret 2017 silam.
Rombongan Raja yang waktu itu pesan lebih dari 1.000 kamar hotel di Bali, sangat mengagumi wilayah Puja Mandala Nusa Dua yang memiliki lima tempat ibadah (1 pura, 1 masjid, 2 gereja, dan 1 wihara) dalam satu tembok pembatas. Tempat itu dianggap sebagai wujud toleransi antarumat beragama yang juga dikagumi oleh banyak wisatawan mancanera.
Tempat itu hanya salah satu di antara sekian banyak wujud keramahtamahan Bali terhadap semua umat beragama. Tidak hanya kepada wisatawan yang pasti membawa uang, tetapi juga kepada umat beragama non-Hindu yang mencari penghidupan di Bali.
Dalam literatur kepariwisataan banyak menjelaskan bahwa umumnya orang berwisata memiliki empat tujuan, yaitu melihat sesuatu (some think to see), melakukan sesuatu (some think to do), belajar sesuatu (some think to learn), dan membeli sesuatu (some think to bay). Karena itu, dalam menyusun strategi pemasaran pariwisata nasional, ada baiknya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggunakan strategi diferensiasi (Differentiation Strategy) pada setiap destinasi wisata yang ada di Indonesia.
Wisata halal, kalau memang diperlukan, mungkin sangat cocok untuk dikembangkan di Nusa Tenggara Barat. Karena daya dukung daerah itu untuk mengembangkan wisata syariah, jauh lebih kuat dibandingkan dengan Bali.
Keunggulan komparatif produk dan jasa pariwisata Bali, hingga saat ini telah terbukti dapat menumbuhkan kepercayaan pasar wisatawan mancanegara. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebaiknya fokus untuk memikirkan strategi diferensiasi bagi Bali baru di luar Bali, agar kesepuluh destinasi wisata baru itu dapat menyumbang devisa yang sama bagi negara seperti Bali yang asli.
Dengan cara itu, Menteri yang tidak boleh punya visi dan misi tersendiri, mungkin akan lebih cepat dapat menjabarkan misi Presiden untuk menjadikan pariwisata Indonesia sebagai penyumbang devisa terbesar bagi republik ini.
Ide-ide segar dari setiap menteri memang sangat diperlukan untuk menjadikan Indonesia lebih maju sesuai dengan moto kabinet periode ini. Kreativitas dari kementerian yang juga membawahi ekonomi kreatif tentu wajib sifatnya, asalkan kreativitas itu tidak menimbulkan polemik, apalagi ketersinggungan.
Kalau kreativitas itu kontraproduktif, Indonesia bukannya lebih maju seperti yang dicita-citakan, tetapi mundur jauh ke belakang. Keberagaman jangan diganggu dengan keseragaman, karena keberagaman merupakan keunggulan komparatif pariwisata Bali.
Penulis, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unud, warga Desa Batubulan