SINGARAJA, BALIPOST.com – DPRD Buleleng menawarkan alternatif agar masalah yang masih menghambat pelaksanaan jaminan kesehatan yang dikelola Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) tidak merugikan masyarakat. Salah satunya, Pemkab Buleleng berhenti dari kepesertaan BPJS. Sebagai penggantinya, pemkab ditawarkan membuat program jaminan kesehatan dengan dana dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Usul tersebut mengemuka dalam rapat membahas Rancangan Kegiatan dan Anggaran (RKA) Rancangan APBD Buleleng tahun 2020 di gedung DPRD Buleleng, Rabu (13/11). Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Ketut Susila Umbara bersama anggotanya. Sementara eksekutif dipimpin Sekkab Buleleng Ir. Dewa Ketut Puspaka, M.P., bersama pimpinan Organsiasi Perangkat Daerah (OPD).
Anggota PRD Fraksi PDI Perjuangan Ni Kadek Turkini menyatakan, sejak kebijakan secara nasional mewajibkan menjadi peserta BPJS, pemkab telah mengalokasikan anggaran untuk membiayai jaminan kesehatan masyarakat miskin. Oleh karena semakin banyak warga yang harus dijamin dan banyak penduduk yang tercecer, membuat anggaran semakin bertambah.
Situasi terbaru, pemerintah pusat menyesuaikan nilai iuran peserta BPJS, sehingga dipastikan membebani APBD. Persoalan lain muncul yaitu RSUD Buleleng mengalami kerugian karena klaim pertanggungan dari BPJS belum dilunasi. ”Kondisinya memang seperti itu. Kenaikan iuran BPJS akan membebani keuangan di daerah,” ujarnya.
Turkini mengusulkan pemkab mengambil langkah serius, sehingga komitmen menjamin kesehatan masyarakat miskin bisa dilakukan dengan optimal. Dia menawarkan langkah tegas dengan berhenti menjadi peserta BPJS. Sebagai penggantinya, warga miskin di daerah diberikan jaminan kesehatan dari PAD.
Itu bisa memungkinkan dilakukan karena Pemerintah Provini Bali memiliki program jaminan kesehatan. ”Kami mengusulkan keluar saja dari program BPJS. Sebagai gantinya buat jaminan kesehatan di daerah sendiri. Ini sudah dilakukan oleh kabupaten lain,” sebutnya.
Ketua Komisi IV DPRD Buleleng Luh Hesti Ranitasari menyatakan hal senada. Politisi Partai Demokrat ini menawarkan keinginannya untuk membuat jaminan kesehatan mandiri yang dibiayai dari PAD. Hal ini bisa dialokasikan untuk meng-cover penduduk miskin yang belum terdaftar dalam JKN-KIS.
Jaminan tersendiri juga perlu dibuat untuk mengakomodir penduduk Buleleng yang datanya dinonaktifkan karena tidak masuk dalam Basis Data Terpadu (BDT) pemerintah pusat. Terkait bertentangan dengan regulasi, ia menyebut hal ini bisa dikomunikasikan lebih lanjut.
”Kalau tidak salah 36.000 lebih penduduk yang belum di-cover JKN KIS ditambah penduduk yang tidak masuk dalam BDT pusat perlu ditanggung. Jadi, kami usulkan buat jaminan kesehatan tersendiri dan pada intinya kami ingin konsepnya seperti JKBM dulu,” jelas Ranitasari. (Mudiarta/balipost)