Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kesehatan hewan belum mendapat perhatian yang besar dari pemerintah daerah. Padahal, penyakit yang ditularkan oleh hewan atau penyakit hewan membawa dampak kerugian ekonomi yang besar.

Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes., didampingi Wakil Ketua PDHI Bali Dr. drh. IKG Nata Kesuma, MMA, Kamis (14/11), mengungkapkan, Bali sangat rentan terhadap isu penyakit termasuk penyakit hewan karena merupakan daerah wisata. Beberapa penyakit yang pernah muncul berkaitan dengan hewan khususnya penyakit zoonosis seperti streptococcus swiss, flu burung, flu babi, cacar monyet dan baru–baru ini yang merebak adalah African Swine Fever (ASF).

Kasus pertama ditemukan di Cina. Ribuan babi mati dan dibuang ke sungai. Kemudian ASF ditemukan di Timor Leste dan belakangan di Medan. Namun, belum bisa dipastikan bahwa penyebab kematian babi di Medan karena ASF. Sebab, Kementan belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait hasil laboratorium pemeriksaan babi di Medan.

Baca juga:  Hadiri World Water Forum, Lima Kepala Negara Gunakan Penerbangan Komersil

Indonesia khususnya Bali sangat rentan dengan penularan ASF. Terlebih ada penerbangan langsung dari Cina ke Indonesia. “Kita harus bersiap karena kalau itu sampai terjadi, banyak sekali kerugiannya. Babi di Bali bisa habis karena belum ada obat dan vaksinnya. Kalau habis, bagaimana dengan pariwisata, upakara yang menggunakan babi. Ini akan menjadi problem termasuk keagamaan,” bebernya sembari menyebut permasalahan terkait tantangan dokter hewan akan dibahas dalam Rapat Kerja Pengurus PDHI Cabang Bali di Hotel Nirmala, Mahendradatta, Denpasar, Jumat (15/11).

Baca juga:  Bandara Ngurah Rai Kembali Buka

Penyakit streptococcus swiss yang menyerang babi dan bersifat zoonosis juga sempat dialami Bali. Akibat isu yang beredar, peternak dan pedagang babi terdampak secara ekonomi, yaitu menurunkan permintaan dan penjualan. Belum lagi rabies yang lebih dari 11 tahun belum terselesaikan. Padahal sudah banyak rupiah dikeluarkan pemerintah pusat dan pemda untuk menangani rabies di Bali.

Ketut Puja yang anggota Komisi Ahli Kesehatan Hewan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, juga menyoroti penerimaan CPNS tahun ini, karena banyak daerah yang tidak mencari dokter hewan. Ada pekerjaan yang harus dan mesti dipegang oleh dokter hewan, namun yang dicari justru sarjana dari kompetensi lain misalnya Kehutanan. “Padahal hulu dari kesehatan manusia adalah kesehatan hewan. Jadi, kalau hewan sehat, manusia tidak akan tertular,” terangnya.

Baca juga:  Korban Tenggelam di Danau Batur Ditemukan Mengambang

Mengacu pada PP Nomor 3 Tahun 2017, daerah harus membuat lembaga otoritas veteriner yang menangani masalah kesehatan hewan. Demikian juga Permentan Nomor 8 Tahun 2019 tentang dokter hewan yang berwenang. “Tapi sampai sekarang pemda belum memahami pentingnya dokter hewan. Itulah sebenarnya tantangan bagi anggota kami khususnya di Bali yang jumlahnya lebih dari 750 orang mendaftar di PDHI,” pungkas pria yang juga dosen FKH Unud ini. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *