Oleh Ni Kadek Dian Pitriyani
Sesuai arahan Presiden dalam pidato pelantikan presiden dan wakil presiden pada 21 Oktober 2019, cita-cita Indonesia pada satu abad Indonesia merdeka pada 2045 adalah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah dan menjadi negara maju. Tidak instan, membuat mi instan saja perlu direbus dan dicampurkan dulu bahan-bahannya untuk siap disantap.
Begitu pula menggapai cita-cita Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu kerja keras, kerja cerdas, kerja cepat, dan kerja produktif. Beberapa prioritas utama telah disusun oleh pemerintahan Jokowi-Ma’ruf untuk menggapai cita-cita tersebut.
Secara garis besar prioritas utama pemerintahan tersebut antara lain pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi. Lalu bagaimana hubungan sektor pertanian dengan prioritas pemerintah tersebut?
Sebelum melihat hubungan prioritas utama pemerintah dengan pertanian, mari kita lihat kondisi pertanian di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertanian menyerap tenaga kerja tertinggi (30,46 persen) jika dibandingkan sektor lainnya. Namun demikian, berdasarkan data distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, kontribusi sektor pertanian hanya sebesar 12,81 persen dan merupakan penyumbang nilai tambah tertinggi ketiga setelah sektor industri pengolahan (19,86 persen) dan perdagangan (13,02 persen).
Dari kedua fenomena tersebut, dapat dikatakan bahwa produktivitas per tenaga kerja sektor pertanian masih belum optimal. Bila dibandingkan sektor lainnya, produktivitas tenaga kerja sektor pertanian bahkan hanya berada pada posisi ke-3 terendah. Inilah yang perlu dijadikan sorotan. Bagaimana meningkatkan produktivitas petani di Indonesia yang merupakan mata pencaharian hampir sepertiga penduduk di Indonesia.
Bagaimana keadaan pertanian di Provinsi Bali? Ternyata pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar kedua pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali setelah sektor penyedia akomodasi dan makan minum (23,34 persen). Besar kontribusi pertanian terhadap nilai tambah bruto di Provinsi Bali adalah sebesar 13,81 persen.
Sejalan dengan tenaga kerja pertanian di Indonesia, pertanian di Provinsi Bali juga menyerap banyak tenaga kerja. Sebesar 20,12 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Provinsi Bali yang bekerja, menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Produktivitas per tenaga kerja sektor ini juga tidak begitu besar di Provinsi Bali. Sesuai harapan dalam pidato Pak Jokowi, maka perlu kerja keras, kerja cerdas, kerja cepat, dan kerja produktif.
Cermin pertanian yang sangat baik sudah dapat kita lihat di Jepang. Negara ini memiliki keterbatasan lahan pertanian, hanya 12 persen dari luas wilayah Jepang yang digunakan sebagai lahan pertanian. Walaupun memiliki keterbatasan tersebut, petani di Jepang dapat mengembangkan pertanian dengan baik.
Dengan tenaga kerja sektor pertanian yang hanya kurang dari lima persen dari total tenaga kerja, produktivitas per petaninya bahkan 10 kali lipat lebih tinggi dibanding produktivitas per petani di Indonesia. Penggunaan teknologi yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan, pengembangan penelitian pertanian, proses distribusi sarana dan hasil pertaniannya, dan kebijakan pemerintah yang mendukung pertanian menjadi beberapa hal yang mendukung pertanian di Negara Jepang yang perlu dijadikan role model.
Sehubungan dengan prioritas pemerintah, hal pertama yang perlu dilakukan adalah pengembangan SDM petani. Pemberian penyuluhan dengan cara sharing pengetahuan dan penelitian pertanian terbaru kepada petani perlu dilakukan sehingga hasil pertanian dapat lebih optimal. Selain itu, pengenalan teknologi juga penting dilakukan agar proses pertanian dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan robotisasi.
Dengan adanya bantuan teknologi diharapkan seorang sarjana muda yang konon katanya banyak yang menganggur dapat tertarik untuk bekerja dan tentunya turut mengembangkan sektor pertanian kita. Sudah terdapat beberapa contoh generasi muda yang sukses mengembangkan pertanian.
Sebut saja Adi Pramudya yang sukses dengan usaha pertanian lengkuasnya dan I Wayan Suamba petani pembibitan hortikultura, perkebunan dan kehutanan asal Bali. Bila digeluti dan dikembangkan dengan baik, usaha pertanian juga dapat mendatangkan hasil yang maksimal.
Prioritas pemerintah berikutnya adalah penyederhanaan regulasi dan birokrasi. Penyederhanaan ini dapat dilakukan dengan memberikan bantuan bibit, pupuk, alsintan yang tepat waktu dan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan petani untuk memaksimalkan produktivitas pertanian.
Selain pemberian bantuan, pemecahan permasalahan kecurangan yang timbul akibat dualisme harga pupuk dan selisih harga yang cukup tinggi antara pupuk subsidi dan non-subsidi juga penting dilakukan. Ada saja oknum yang melakukan pengoplosan pupuk bersubsidi menjadi non-subsidi. Hal ini dapat berdampak pada kelangkaan pupuk bersubsidi.
Bila terjadi kelangkaan pupuk, produktivitas pertanian akan menurun, produksi menurun, dan akhirnya petanilah yang merugi. Muara dari permasalahan tersebut adalah rantai distribusi pupuk. Rantai distribusi pupuk ini harus dipotong, salah satunya adalah dengan pembangunan pabrik pupuk bersubsidi di sub wilayah potensi pertanian agar distribusi dan akses terhadap pupuk bersubsidi dapat lebih mudah.
Pembangunan infrastruktur pertanian seperti bendungan, saluran irigasi, jalan usaha tani juga penting dilakukan untuk memudahkan proses pertanian. Infrastruktur pendukung pertanian juga tidak kalah pentingnya. Pengembangan balai benih, balai penelitian pertanian perlu kembali dibangkitkan.
Selain yang berdampak langsung kepada petani, infrastruktur jalan raya juga berdampak cukup besar pada distribusi hasil pertanian tersebut, sehingga biaya angkut dapat ditekan. Dengan infrastruktur yang memadai pemerintah akan lebih mudah menyejahterakan petani.
Transformasi ekonomi dari yang hanya menjual raw product bisa dilakukan dengan melakukan penyortiran, pembersihan, dan pengemasan hasil pertanian. Dengan melakukan hal tersebut, petani dapat meningkatkan nilai jual hasil pertaniannya dan sekaligus memotong rantai penjualan.
Pembentukan koperasi hasil tani yang menjual berbagai jenis hasil pertanian yang langsung di-supply oleh petani dalam suatu wilayah, dan dapat langsung dibeli oleh konsumen adalah salah satu contoh bagaimana Jepang memotong rantai penjualan hasil pertanian. Lebih jauh lagi, dengan membangun petani yang melek teknologi, petani bahkan dapat melakukan penjualan hasil pertanian langsung kepada konsumen.
Selain itu, hasil produksi pertanian tidak melulu dijual dalam bentuk bahan mentah, pengolahan menjadi bahan setengah jadi bahkan bahan jadi dapat dilakukan oleh petani. Dengan melakukan pengolahan, harga jual hasil produksi tentu akan meningkat.
Penulis, Statistisi pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung