DENPASAR, BALIPOST.com – I Wayan Kariana, S.KM., M.PH., yang menjabat sebagai Kasi Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar, Selasa (19/11) mulai diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar. JPU Gusti Ayu Putu Hendrawati melalui Ni Luh Oka Ariani Adikarini, di hadapan majelis hakim pimpinan Wayan Gede Rumega, menjelaskan bahwa terdakwa pada Juli 2019 di sebuah restoran Jalan By-pass Ngurah Rai, Sanur, melalukan beberapa perbuatan melawan hukum.
Atau dengan menggunakan kekuasaanya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk dirinya sendiri. Berdasarkan SK Walikota No.188.45/52/HK/2019 tertanggal 2 Januari 2019, dibentuk tim pengendali upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lainnya dengan susunan keanggotaan tim Walikota dan Wawali Denpasar sebagai penasehat, Sekda dan Asisten Perekonomian sebagai pembina dan ketuanya adalah Kadis DLH dan Kebersihan Kota Denpasar. Sedangkan terdakwa sebagai sekretaris.
Tugas terdakwa adalah melaksanakan penilaian dan penerbitan rekomendasi dokumen lingkungan, membentuk tim koordinasi pengendalian, dan melaksanakan koordinasi dalam hal pencegahan dampak lingkungan. Salah satu tugas dimaksud tadi adalah SPPL, UKL-UPL dan Amdal, yang diajukan oleh masyarakat atau pelaku usah (pengusaha).
Dalam hak itu, terdakwa berhak melakukan uji administrsi, uji substansi. Dan jika layak, rekomendasi ke luar.
Pada 11 Juli 2019, terdakwa dan timnya mestinya melakukan pembahasan dan peninjauan lapangan dengan dokumen yang dibahas sebanyak empat lokasi. Yakni, di hotel dan rumah makan (kategori dokumen revisi) jenis usaha rumah tinggal, rumah makan dan toko yang beralamat di Jalan Hangtuah, Sanur. Kedua rumah makan, toko, dan perkantoran dan pemondokan (dalam dokumen revisi) di Jalan Tukad Gangga, Lingkungan Sadih, Panjer, Denpasar Selatan. Ketiga PT Dayamitra Telekomunikasi (dokumen baru) Menara Telekomunukasi Greenfield di Jalan Pulau Saelus, Pedungan. Dan ke empat adalah PT. Sari Melati Kencana, rumah makan Jalan Gatot Subroto Tengah, Denpasar.
Namun terdakwa kembali mengeluarkan surat undangan dengan menscan tandatangan Kadis DLHK Denpasar, dengan alasan ada penambahan lokasi pemeriksaan. Dalam undangan ini ada tambahan, yakni ada 7 dokumen SPPL dan UKL-UPL yang akan dibahas.
Pada 10 Juli 2019, terdakwa menghubungi saksi I Gusti Ayu Parwati, selaku konsultan hukum PT Sari Melati Kencana Tbk., yang bergerak dalam bidang restoran. Mereka membahas soal undangan untuk pembahasan. Pada 11Juli 2019, terdakwa bersama tim pengendali SPPL dan UKL-UPL Kota Denpasar naik mobil plat merah DK 1227 A, bertemu di sebuah restoran. Mereka membahas soal revisi nama, dan perizinan lainnya.
Di sana terjadi dialog, termasuk kelengkapan izin. Dan pihak pemohon mengatakan sudah lengkap. Masih dalam dakwaan jaksa, setelah diperiksa oleh tim, ada yang kurang. Yakni soal surat layak sehat rumah makan, izin air bawah tanah, swakelola pengelolaan sampah, DSDP penampungan limbah, membuat tempat penampungan limbah.
Kekurangan itu kemudian dicatat dalam berita acara. Atas dasar itu, terdakwa meminta saksi I Gusti Ayu Parwati menunggu di restoran yang berlokasi di Sanur. Di sana dilakukan cek revisi dokumen dan ternyata kekurangannya sama.
Sambung jaksa, di Pengadilan Tipikor, saksi menyanggupi menyelesaikan kekurangan tersebut. Dan saat itu, terdakwa menyampaikan ke saksi bahwa untuk mempermudah masalah itu, dimintai biaya karena akan berpengaruh terhadap proses penerbitan izin SPPL dan UKL-UPL yang dikeluarkan DLHK Kota Denpasar.
Saksi pun saat itu memberi uang Rp 1 juta untuk mempermudah prosesnya. Di hari yang sama, terdakwa melanjutkan pemeriksaan ke PT. Sinar Wahyu Putra Transport, di Jalan Tukad Badung. Pemeriksaan izin dan dokumen dilakukan. Yakni izin lingkungan dan pengelolaan sampah. Terdakwa mendekati Dewa Putu Awan Sudiasa, untuk menandatangani berita acara kekurangan. “Yang penting sama-sama mengertilah,” kata terdakwa pada saksi.
Kata jaksa, saksi kemudian berpikir atas banyaknya yang kurang. Saksi kemudian memberikan terdakwa uang Rp 2 juta, karena saksi takut izin yang diajukan diperlambat terdakwa.
Apesnya, saat terdakwa masuk ke dalam mobil dan membawa amplop Rp 2 juta itu, tim Saber Pungli Kota Denpasar dan polisi mencegat terdakwa. Mereka semua yang ada dalam mobil plat merah diminta turun dan polisi menggeledah.
Ditemukanlah amplop isi Rp 1 juta dan R 2 juta tadi, dengan total Rp 3 juta. Pengakuannya, kata jaksa, uang itu untuk beli bensin mobil, tambahan makan tim SPPL dan UKL-UPL dan untuk kepentingan pribadi. Dalam kasus ini, terdakwa dijerat Pasal 12 dan Pasal 11 huruf a UU Tipikor. (Miasa/balipost)