GIANYAR, BALIPOST.com – Puluhan warga Banjar Selasih, Desa Puhu, Kecamatan Payangan melakukan aksi menutup akses jalan pada Rabu (20/11). Aksi ini dilakukan untuk menghadang alat berat yang hendak melakukan eksekusi lahan seratus hektare lebih di areal banjar setempat.
Bahkan dalam proses itu, warga yang kian memanas sampai berbekal bambu runcing. Pantauan Bali Post, memasuki areal banjar Selasih Desa Puhu, sudah terlihat dua alat berat berupa excavator, terparkir di areal parkir wantilan Pura Pucak Sari. Sementara disebelah barat lokasi tersebut, warga sudah membuat blokade menutup akses jalan untuk alat berat tersebut.
Blokade tersebut menggunakan susunan bambu dan batang pohon kelapa. Di areal blokade tersebut warga juga menuliskan aksi protes, seperti “Petani tidak butuh alat berat,” “Petani butuh rabuk bukan buldoser,” “Menolak investor melakukan aktifitas didaerah kami,” “Bangun Bali Jaga Petani” dan “Jalan untuk Masyarakat Bukan untuk Investor.”
Tidak hanya membuat blokade dan tulisan penolakan, warga yang kian memanas juga menyiapkan bambu runcing. Upaya ini dilakukan sebagai antisipasi bila pihak investor tetap memaksa masuk ke areal perkebunan warga. “Kita jaga-jaga, kalau mereka (investor-red) menggunakan cara kekerasan, kita setidaknya sudah siap menggunakan bambu runcing ini,” tegas perwakilan warga, I Made Sudiantara.
Sudiantara menuturkan aksi blokade jalan ini sudah dilakukan sejak Selasa (19/11) malam. Aksi ini bermula karena berhembusnya kabar bahwa investor akan membawakan excavator pada malam tersebut.
Alat berat tersebut didatangkan untuk meratakan areal perkebunan. “Ternyata informasi itu benar, Selasa malam sekitar pukul 21.30 wita sudah ada dua alat berat yang diturunkan di areal parkir Pura Pucak Sari, Banjar Selasih,” ucapnya.
Warga yang geram dengan tindakan itu, meminta agar alat berat tersebut dibawa keluar dari wilayah Banjar Selasih. Namun permintaan itu tidak dikabulkan.
Mendapat respons itu Selasa malam sekitar pukul 22.00 wita warga lantas membuat blokade pada jalan di banjar setempat. “Kami sejak tadi malam kami menutup jalan disini. Warga marah karena tidak adanya sosialisasi terlebih dahulu,” bebernya.
Sudiantara mengungkapkan pertemuan antara warga penggarap dengan pihak investor memang sudah beberapa kali dilakukan. Namun belum ada titik terang dari setiap pertemuan tersebut.
Sebab, dalam setiap pertemuan yang diturunkan hanyalah perwakilannya saja. Itu pun dikatakan tidak bisa memutuskan apapun ketika warga setempat meminta persetujuan, sehingga masukan dan saran hanya ditampung saja tanpa ada tindakan lanjut. “Berdasarkan pertemuan dari dulu, permasalahan tanah ini belum pernah ada kesepakatan, dari pihak petani penggarap maupun PT, masalah pembebasan tanah sejauh mana, dan dasar apa yang dia (investor-red) punya,” katanya.
Pihaknya juga menuntut pemerintah daerah agar membantu menuntaskan masalah ini. Terlebih selama ini pemerintah mendengungkan pelestarian petani, namun nyatanya petani malah digusur oleh investor. “Saya sebagai petani perlu tanah, seandainya ini dijadikan akomodasi berupa lapangan golf, terus kemana kami bertani? Maka dari itu kami akan menuntut untuk tempat tinggal yang layak sebagai petani, bukan ganti rugi, bukan relokasi,” tegasnya.
Ditemui di Banjar Selasih, Waka Polsek Payangan, Iptu Made Murgama seizin Kapolsek Payangan menjelaskan pihaknya hanya mengingatkan kepada warga agar menjaga keamanan. Sebab bila sampai pada perbuatan anarkis, nanti menjadi ranah hukum bagi pelakunya.
“Kami hanya tekankan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan. Solusinya untuk bertemu dulu dengan pihak investor, lakukan rapat. Entah dimana yang penting ada kesepakatan, ditulis, baru sosialisasi dan bisa melakukan aktivitas. Yang penting tidak anarkis,” tegasnya.
Sementara itu koordinator Serikat Petani Selasih Wayan Kariasa menjelaskan lahan tersebut memang milik Puri Payangan. Sejak tahun kerajaan terdahulu lahan tersebut telah diberikan kepada warga setempat untuk dimanfaatkan sebagai berkebun secara turun temurun hingga kini.
Memasuki era 1997 tersiar kabar bahwa tanah seluar 144 hektare itu sudah dijual oleh pihak puri ke investor. Rencanannya lahan tersebut akan dibangun lapangan golf.
Ia pun berharap meski tanah tidak milik warga, karena sebagai penggarap sejak sekian tahun semestinya ada pemberitahuan terlebih dulu. Sehingga warga setempat yang rata-rata pekerjaannya jadi buruh panen daun pisang tidak secara tiba-tiba kehilangan pekerjaannya.
Dari seratus lebih hektare lahan tersebut, sekitar 50 persen ada yang sudah menjadi milik warga secara pribadi, dan 50 persen memang milik pihak puri. Bahkan di atas lahan itu terdapat sejumlah pura, seperti Pura Hyang Api, Pura Pucak Sari, Pura Pucak Ulun Suwi, Pura Pucak Alit, Pura Panti Pasek Gelgel dan Pura Togog. “Maka itu kami sangat berharap agar pemerintah bisa menangani keluh-kesah permasalahan yang dihadapi warga Banjar Selasih ini,” katanya. (Manik Astajaya/balipost)