DENPASAR, BALIPOST.com – Dua dari tiga terdakwa kasus dugaan penipuan dan TPPU dengan korban bos Maspion Group, Alim Markus, Kamis (21/11) hadir dalam agenda sidang pemeriksaan ahli dari PPATK dan notaris. Mereka adalah mantan Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta dan Anak Agung Ngurah Agung.
Sedangkan Wayan Wakil tidak nampak karena dia dalam kondisi kritis dan terbaring lemas di RS Bali Jimbaran. Hal itu diketahui saat kuasa hukum Wakil dan Agung Ngurah Agung, Agus Sujoko mengajukan rekam medis dan surat keterangan dokter, pada majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi. “Majelis hakim, klien kami pak Wayan Wakil masih sakit dalam perawatan dokter,” tandas Agus Sujoko, atas ketidakhadiran Wayan Wakil dalam sidang kemarin.
Agus Sujoko pun menyerahkan rekam medis yang ditandatangani dokter RS Bali Jimbaran, dr. Siswandi Sp.Pd.
Atas kondisi ini, Agus Sujoko berharap majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara dugaab penipuan, penggelapan dan TPPU tersebut bisa mengeluarkan penetapan penghentian perkara Wayan Wakil. “Pak Wayan Wakil sakit permanen, kondisinya kritis, jangankan hadir disidang ngomong, bernafas saja susah sekali,” terang pengacara yang dikenal kritis ini. Selain karena faktor usia, Wakil juga menderita diabetes akut.
Sementara JPU I Ketut Sujaya dkk., dalam sidang lanjutan menghadirkan ahli PPATK, Isnu Yuwana Darmawan. Dia dihadirkan dalam rangka menguak soal dugaan TPPU Sudikerta dkk. Ada beberapa keilmuan atau keahlian yang disampaikan Isnu Yuwana Darmawan di hadapan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi.
Misalnya soal rekening, di mana pengendali rekening itu bukan si pemilik rekening. Ahli mengtakan modus yang sangat umum dalam perkara TPPU, pelaku tindak pidana, dia tidak akan menggunakan rekeningnya sendiri. Tujuannya adalah untuk menyembunyikan asal usulnya uang tersebut. Sehingga pelaku cenderung menggunakan nama orang lain.
Pun saat disinggung soal transaksi jual beli tanah, maupun dalam transaksi keuangan sekalipun. “Jika transaksi jual beli, transaksi keuangan, itu tergantung obyek. Jika misalnya jual beli tanah dengan mekanismenya yang sah dan legal, tidak ada yang salah. Yang salah itu adalah transaksi yang tidak benar, yang ada unsur penipuan dan pembohongan lainnya,” tandas ahli.
Karenanya, dia memandang jika ada transaksi, apalagi via rekening, si penerima transfer sebaiknya harus mengetahui asal usul uang tersebut. Intinya, dalam menentukan ada tidaknya TPPU, harus dilihat rangkaian perbuatan tersebut secara utuh.
Ketika ditanya apakah ahli PPATK ikut dalam menentukan tersangka, baik yang turut serta menikmati hasil dari TPPU? Ahli hanya bisa memberikan analogi saja. Yang menentukan tersangka penyidik, dan yang menyatakan benar salahnya adalah hakim.
Sebelum pihak PPATK yang digali atas perkara TPPU, JPU sebelumnya memeriksa saksi notaris, Agus Sutoto. Di depan persidangan, saksi menceritakan secara umum sertifikat. Termasuk soal adanya rencana jual beli.
Bahkan ada beberapa orang yang juga sempat menjadi saksi, menanyakan soal sertifikat itu ke saksi. Yang menarik, dia mengaku pernah ditunjukkan sertifikat di dalam mobil. Namun hal itu dibantah langsung Sudikerta. (Miasa/balipost)