Wisatawan melewati gunungan sampah kiriman di Kuta. (BP/edi)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sampah menjadi sumber masalah dari pariwisata Bali. Untuk menciptakan pariwisata berkelanjutan dan meningkatkan kunjungan wisatawan yang berkualitas, persoalan ini harus segera dituntaskan.

Sampah juga menjadi salah satu alasan Fodor Travel memasukkan Bali dalam “No List 2020” nya.

Pengamat pariwisata sekaligus pemilik Bagus Agro Pelaga Bagus Sudibya menyampaikan, Fodor Travel yang menyebutkan Bali termasuk dalam daftar No List tujuan wisata 2020 tentu mengandung kebenaran. Sudibya menilai, mereka tidak akan mendiskreditkan Bali dengan mempertaruhkan reputasinya untuk pemberitaan yang akhirnya tidak benar. “Artinya dia dapat mempertanggungjawabkan apa yang dia tulis,” ujarnya Kamis (21/11).

Bali harus menyadari bahwa dalam mengelola kepariwisataan sekarang dan ke depan, adalah yang ramah lingkungan dan berbasis kerakyatan. Bahkan UNWTO (United Nation World Tourism Organization) telah menyampaikannya. “Dalam hal inilah dia (Fodor Travel, red) sudah melihat bahwa kita belum mempunyai cara-cara pengelolaan sampah secara tuntas, menyeluruh, komprehensif,” ujarnya

Baca juga:  Tambahan Pasien COVID-19 Sembuh di Bali Masih Lampaui Kasus Baru, Sayangnya Korban Jiwa Sudah Hampir 2 Bulan Dilaporkan

Sampah pun telah lama diwacanakan dapat diubah menjadi bahan baku pembangkit listrik dari tenaga sampah (PLTSa). Dengan upaya ini sebenarnya dua masalah Bali terselesaikan, yaitu masalah sampah dan energi baru terbarukan (EBT) yang menjadi angan-angan pemerintah selama ini.

Sampah harus dicarikan solusi secepatnya. Selesainya masalah sampah akan berdampak positif jika sudah ditemukan formula dan pelaksanaannya secara konsisten. “Ini tidak boleh tidak ada solusi, karena telah 10 tahun sarbagita itu tidak jalan-jalan,” sorotnya.

Menurutnya pengelolaan sampah harus dimulai dari rumah tangga, kemudian dikumpulkan di tingkat desa atau kecamatan. Di tingkat desa atau kecamatan harus ada pengelolaan sampah atau plastik secara tuntas. Misalnya menjadikan sampah sebagai bahan baku EBT.

Pengelolaan sampah menjadi listrik ini bisa dengan memanfaatkan dana desa. Jika desa mampu melakukan hal ini, tentu akan menjadi sumber pendapatan bagi desa.

Baca juga:  Kemenpar akan Geber Jurus "Sustainable Tourism" di Rakor Lombok

Tapi yang jelas, pengelolaan pembangkit listrik yang berkaitan dengan sampah lebih bagus dikelola per kabupaten, atau kecamatan. “Jadi kita hadang dari hulunya, maka akan terjadi penurunan sampah, jumlah sampah di kota-kota,” imbuhnya.

Teknologi pembangkit listrik dari tenaga sampah ada banyak. Bali tinggal memilih teknologi yang sesuai dengan kondisi Bali.

Pengelolaan sampah ini juga akan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat. “Sehingga volumenya bisa terkontrol dengan biak dan sampah tidak tercecer kemana-mana. Jadi cukup dikelola di hulu yaitu di desa, rumah tangga. Namun ini memerlukan disiplin yang tinggi, existing kerja yang sangat komprehensif,” tandasnya.

Masyarakat perlu mengetahui arti pentingnya kebersihan lingkungan berkaitan dengan kesehatan dan bagi ekonomi Bali. Sehingga edukasi masyarakat perlu dilakukan sekaligus sambil mencari teknologi yang tepat untuk pengelolaan sampah menjadi energi ini.

Baca juga:  Begini, Kondisi Tanggul di Tukad Unda Pascahujan Lebat Semalaman

Sementara Manager Komunikasi PLN Unit Indusk Distribusi (UID) Bali Made Arya menyampaikan, pembangunan pembangkit tenaga listrik dari sampah direncanakan 2022. Pembangkit ini akan menghasilkan energy listrik 15MW.

Hanya terkait lokasi belum diketahui. Sedangkan pada 2020, rencana pembangkit yang dibangun yaitu dengan memanfaatkan energi surya yaitu 25 MW di Kubu dan 25 MW di negara.

Arya mengungkapkan saat ini Indonesia Power memiliki pembangkit dengan bahan baku sampah, digunakan sendiri. Energi listrik yang dihasilkan 40 KW. “Kecil, logikanya untuk menghasilkan energy yang besar dibutuhkan banyak sampah. Namun prosesnya panjang. Dipilah dulu sampahnya, dan proses lainnya,” bebernya.

Untuk mengelola sampah menjadi energi perlu proses dan waktu yang panjang serta effort yang lebih besar. Namun jika persoalan sampah ini bisa diselesaikan dengan cara ini, tentu akan sangat bermanfaat bagi Bali. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *