DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam dunia pendidikan, perpustakaan menjadi salah satu pilar penting dalam meningkatkan kecerdasan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, pengelolaan dan pengembangan perpustakaan, baik dari segi ketersediaan buku, penerapan teknologi, serta SDM pustakawan yang andal sangatlah penting diperhatikan.
Namun, persoalan kualitas tenaga kerja, khusus terkait tenaga pustakawan masih menjadi persoalan. Tenaga pustakawan yang berlatar ilmu perpustakaan masih sangat minim. Bahkan, perpustakaan yang ada di sekolah-sekolah di Bali tidak memiliki tenaga kepustakawanan, sehingga guru yang tidak memiliki keahlian di bidang perpustakaan “dipaksa” untuk menjadi tenaga perpustakaan.
Padahal, kemampuan dan keterampilan pustakawan menjadi hal yang penting bagi keberlangsungan dan kemanfaatan suatu perpustakaan, termasuk dalam memahami kebutuhan dari masyarakat di mana perpustakaan tersebut berada. Hal ini terungkap saat diskusi Perpustakaan dan Kepustakawanan yang diselenggarakan Kelompok Media Bali Post (KMB) di Warung 63 Denpasar, Rabu (27/11).
Diskusi yang berlangsung selama 2 jam ini mengundang sejumlah narasumber. Diantaranya, Kepala Dinas (Kadis) Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Bali, Luh Putu Haryani, SE.,MM., Kadis Kearsipan dan Perpustakaan Kota Denpasar, Drs. I Putu Budiasa, M.Si., Kasi Layanan dan Pelestarian Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Badung, Tjokorda Istri Mas Karikawati, SE.,M.Si., yang dihadiri sejumlah perwakilan tenaga perpustakaan sekolah tingkat SMP dan SMA di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Kadis Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Bali, Luh Putu Haryani, mengatakan minimnya tenaga pustakawan di Bali dikarenakan kurang minatnya generasi muda untuk bekerja sebagai pustakawan. Salah satu faktornya, menjadi pustakawan masih dipandang sebelah mata oleh sebagian orang.
Padahal, menjadi pustakawan sangat mulia, yaitu membantu meningkatkan minat baca anak-anak untuk mencerdaskan kehidupan generasi muda bangsa. Di era globalisasi seperti saat ini, menumbuhkembangkan minat baca anak-anak tidaklah mudah.
Harus dilakukan upaya yang kreatif dan inovatif yang disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak milenial saat ini. Seperti halnya menyediakan buku sesuai selera anak-anak, dan melengkapi perpustakaan dengan berbagai fasilitas yang menarik, seperti WiFi. Sebab, selain sebagai tempat membaca, perpustakaan juga berfungsi sebagai tempat rekreasi bagi anak-anak. “Disinilah dibutuhkan tenaga-tenaga perpustakaan yang benar-benar paham bagaimana mengelola dan mengembangkan perpusatakaan, sehingga sesuai dengan kebutuhan,” tandas Luh Putu Haryani.
Dikatakan, meskipun minat baca masyarakat menurun, namun sosialisasi masih gencar dilakukan agar minat baca anak-anak dan masyarakat umum meningkat. Bahkan, di era revolusi industri 4.0 ini perpustakaan harus berbasis digital, sehingga buku-buku mudah dijangkau dan bisa dibaca melalui gadget masing-masing. “Saya berharap perpustakaan disebar lebih luas, baik di sekolah-sekolah, di banjar-banjar, di masyarakat, dan ditempat umum dengan perpustakaan keliling. Bahkan dengan Menteri Pendidikan yang baru, perpustakaan saat ini tidak perlu perpustakaan yang luas namun perpustakaan digital harus dikembangkan dengan jumlah referensi yang beragam,” ujarnya.
Kadis Kearsipan dan Perpustakaan Kota Denpasar, I Putu Budiasa, mengatakan tenaga Pustakawan di sekolah-sekolah masih belum maksimal. Bahkan, ada sekolah yang tidak memiliki tenaga pustakawan.
Selain tenaga pustakawan, ruang perpustakaan dan lahan parkir masih terbatas dan sempit. Kendati demikian, pihaknya mengaku minat masyarakat yang datang ke perpustakaan Kota Denpasar masih tinggi.
Ke depan, perpustakaan berbasis digital juga harus dikembangkan dengan varian-varian inovatif dan kreatif. Sehingga, buku-buku yang ada di perpustakaan bisa dibaca lewat HP oleh masyarakat (e-book). (Winatha/balipost)