Kepala Kanwil DJP Bali Goro Ekantor (kanan). (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kondisi perpajakan Indonesia berada pada posisi lampu kuning. Target penerimaan secara nasional tidak mencapai 100 persen.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah (Kanwil) Bali tercapai 82,8 persen. Tahun depan target penerimaan pajak naik 20 – 21 persen.

Guna menggenjot penerimaan pajak, DJP akan membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya baru tanpa menambah kantor. Demikian disampaikan Kepala DJP Kanwil Bali Goro Ekanto, Sabtu (30/11) saat media gathering di Payangan, Gianyar.

Goro mengatakan, untuk menuju negara maju, paling tidak tingkat kepatuhan pajak 16 persen. Sedangkan saat ini tingkat kepatuhan Pajak Indonesia baru 11 persen. “Masih kecil, bahkan dibandingkan dengan ASEAN saja kita masih kurang,” ujarnya.

Maka dari itu, Pajak sedang melakukan reformasi, karena ada banyak hal yang harus dibenahi. Pada tubuh organisasi, Pajak akan mengembangkan organisasi yang lebih baik lagi. Salah satunya pajak akan membentuk KPP Madya baru. Karena di KPP Madya, pengelolaan WP-nya menjadi lebih bagus. Pembentukan KPP Madya baru ini dikatakan tanpa menambah kantor.

Baca juga:  Ini, Tiga Finalis BRTV 2021

Di dalam tubuh organisasi, Pajak juga mengalami masalah SDM. Selain pemahaman mengenai peraturan, diakui Pajak juga kekurangan orang jika dibandingkan dengan jumlah pajak yang ditangani.

“Karena kita punya sistem yang mengawasi, mana yang hanya bayar dalam setahun itu 1-2 bulan saja dan ternyata yang lain masih kosong, masih bolong. Bulan ini belum bayar, ada yang pembayarannya turun dari tahun lalu padahal tidak. Masalah yang seperti ini kan perlu penanganan per individu,” bebernya.

Baca juga:  Kedatangan Turis Asing Ditunda, Pelaku Pariwisata Lebih Mantapkan Prokes

Meski demikian, permasalahan SDM bisa ditangani salah satunya melalui teknologi informasi. Wajib Pajak (WP) bisa mendaftarkan langsung lewat online atau smartphone. Hanya saja kesadaran membayar pajak masih rendah. Permasalahan ini yang ditangani DJP Kanwil dalam setahun terakhir dengan memberikan penyuluhan.

Sistem online pajak ini pun dikatakan sedang dikemabngan. Database Pajak sedang dikembangkan. Sistem yang akan dikembangkan sangat besar hingga memerlukan Peraturan Presiden (PP) karena melakukan pengadaan besar sekali, triliunan. “Tapi itu akan membuat system kita lebih powerful. Dari databasenya yang banyak itu, tata kelola datanya akan menjadi lebih transparan, terorganisasi dengan baik, dan terkendali,” ungkapnya.

Dengan system yang powerful tersebut, ia berharap tidak sampai digunakan untuk kepentingan di luar peraturan presiden. Maka ada protokol mengenai kerahasiaan database. Data base itu akan dapat diakses oleh negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). “Karena kita kan ikut AEOI (Automatic Exchange Of Information). Untuk itu kita harus mempunyai standar internasional yang sama, bagaimana menyimpan dana, protocol data bisa keluar, tata kelola dari data tersebut, dll,” bebernya.

Baca juga:  Per 1 Maret, Perubahan Tugas dan Fungsi KPP Pratama Berlaku

Masalah lain yang dihadapi yaitu Pajak di Indonesia harus mengikut standar internasional terkait kepatuhan penyampaian SPT. Karena WP badan minimal harus 95 persen, WP OP (orang pribadi) minimal 85 persen. “Kita sekarang masih di bawah itu, makanya agak khawatir juga,” imbuhnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *