Oleh Viraguna Bagoes Oka
Di tengah situasi ancaman krisis multidimensi yang sedang dihadapi bangsa Indonesia serta pergeseran perilaku pasar yang serba tidak pasti dan sulit untuk ditebak, kembali kita dikejutkan oleh kegaduhan kepemimpinan salah satu instansi BUMN dambaan masyarakat luas yang telah berkinerja buruk sebagai akibat rekayasa laporan keuangan yg defisit maupun tata kelola (governance) yang buruk sebagai akibat perilaku/karakter pemimpinnya yang menyimpang dari asas kepatutan.
Persoalan paling mendasar yang dihadapi oleh penempatan pemimpin pemerintahan/badan usaha milik negara sebagai pejabat publik umumnya karena diabaikannya empat prinsip dasar atau simpul-simpul kerawanan tata kelola/governance antara lain: (1) Diabaikannya syarat pejabat yang profesional, kompeten, kredibel, dan rekam jejak yang teruji/terpercaya yang bebas berbagai kepentingan pribadi/kelompok/golongan/parpol.
(2) Tidak diterapkannya target kerja yang harus disepakati di awal jabatan dalam bentuk kontrak manajemen; (3) Tidak berfungsinya sistem pengawasan yang ketat (check and balance) oleh stakeholder untuk memastikan pejabat publik/pemimpin tersebut telah bebas intervensi selama menjalankan tugasnya; (4) Tidak optimalnya fungsi pengawasan/dewan pengawas yang harus mampu menangani/mengelola ancaman kegaduhan manakala terjadi potensi tata kelola akibat eksternal/internal intervensi yang dilakukan oleh kekuatan/penguasa di atasnya secara komprehensif sejak dini.
Asta Brata
Apa yang telah menjadi keprihatinan kita bersama atas apa yang terjadi pada instansi BUMN Garuda bisa memberikan pelajaran mahal bagi kita semua sebagai pemimpin/pejabat publik bahwa budaya malu (jiwa samurai alias mundur sebelum dipecat meminjam istilah Menteri BUMN) untuk bisa kembali dijadikan landasan utama/panglima, dan terus bisa mulatsarira (introspeksi) dalam menerapkan Dharma sebagai pejabat publik berbasis Asta Brata secara konsekuen, konsisten dan terpercaya.
Indra Brata, seorang pemimpin hendaknya seperti hujan yaitu senantiasa mengusahakan kemakmuran bagi rakyatnya dan dalam setiap tindakannya membawa kesejukan dan penuh kewibawaan. Yama Brata, seorang pemimpin hendaknya meneladani sifat-sifat Dewa Yama yaitu berani menegakan keadilan menurut hukum atau peraturan yg berlaku demi mengayomi masyarakat.
Surya Brata, seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti matahari (surya) yang mampu memberikan semangat dan kekuatan pada kehidupan yang penuh dinamika dan sebagai sumber energi. Candra Brata seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti bulan yaitu mampu memberikan penerangan bagi rakyatnya yan berada dalam kegelapan/kebodohan dengan menampilkan wajah yang penuh kesejukan dan penuh simpati, sehingga masyarakatnya merasa tenteram dan hidup nyaman.
Wahyu Brata, seorang pemimpin hendaknya ibarat angin (Maruta), senantiasa berada di tengah-tengah masyarakatnya, memberikan kesegaran dan selalu turun ke bawah untuk mengenal denyut kehidupan masyarakat yang dipimpinnya. Bhumi Brata, seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat utama dari bumi yaitu teguh, menjadi landasan berpijak dan memberi segala yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakatnya.
Varuna Brata, seorang pemimpin hendaknya bersifat seperti samudera yaitu memiliki wawasan yang luas, mampu mengatasi setiap gejolak dengan baik, penuh kearifan dan kebijaksanaan. Agni Brata, seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api yaitu mendorong masyarakatnya untuk berpartisipasi dalam pembangunan, tetap teguh dan tegak dalam prinsip dan menindak/menghanguskan yang bersalah tanpa pilih kasih.
Kepemimpinan panutan (role model) merupakan hal yang sangat terkait dengan etika. Sifat dan sikap yang dimiliki seorang pemimpin merupakan penentu berhasil atau tidaknya seorang pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan. Sifat dan sikap yang dimiliki oleh pemimpin dapat disempurnakan dengan mendalami, mempedomani, dan mengamalkan ajaran-ajaran serta berbagai ilmu pengetahuan yang dipelajari, seperti halnya ajaran Asta Brata tersebut.
Indonesia sesungguhnya adalah negara yang berlimpah sumber daya alamnya, dan sumber daya manusianya pun bisa diandalkan untuk mengelolanya, asalkan pemimpinnya cerdas dan bijaksana. Untuk menjadi pemimpin yang cerdas dan bijaksana, seorang pemimpin harus mampu memahami dan menjalankan ajaran Asta Brata, serta menerapkan manajemen kepemimpinan yang sehat dalam organisasinya.
Dengan diterapkannya asas entry policy dan Asta Brata secara konsisten dan komitmen tinggi maka kepemimpinan birokrasi dan lembaga daerah di Bali akan mampu menjawab/mengatasi krisis multidimensi dan pergeseran perilaku pasar yang tidak terprediksi di tahun 2020.
Penulis, mantan Direktur Pengawasan Bank Indonesia/Pengajar Magister Kajian Stratejik (KSI) UI