DENPASAR, BALIPOST.com – Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali sejauh ini masih yakin bisa mencapai 6,4 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) hingga akhir 2019. Sekalipun di semester pertama sempat tertatih-tatih mengejar target lantaran ada pemilu serentak, disusul bencana gempa di sejumlah daerah di Indonesia, ancaman keamanan berupa bom, hingga isu RUU KUHP.
“Kendalanya kemarin kita melaksanakan Pilpres dan Pileg, sudah kehilangan target itu di semester pertama. Belum lagi suasana kegempaan, kemudian ancaman keamanan adanya bom di Sumatera Utara dan ada isu-isu RUU KUHP,” ungkap Plt. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa saat dimintai konfirmasinya, Minggu (15/12).
Dikatakannya, kompetitor turut memblow up hal tersebut sehingga mempengaruhi tingkat kedatangan wisman ke Indonesia termasuk Bali. Mengingat pariwisata terbilang sangat rentan dengan isu-isu keamanan, bencana, politik dan kesehatan. Sampai Oktober 2019, kunjungan wisman ke Bali mencapai 5,2 juta. Bila melihat data sebelumnya, kunjungan wisman pada November dan Desember masing-masing 500 ribu. Namun, setiap tahunnya ada tren peningkatan sekitar 10 persen.
“Anggap kalau 10 persen, berarti dapat 550 ribu. Kalau dikali 2 bulan (November dan Desember-red), dapat 1,1 juta. Ditambah 5,2 juta berarti dapat sekitar 6,3 juta. Tapi siapa tahu tanggal 25 dapat 600 ribu, berarti sekitar 6,35-6,4 juta kira-kira dapatlah,” jelas Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali itu.
Untuk kunjungan wisatawan Nusantara, Astawa memperkirakan sekitar 10 juta sampai akhir tahun. Selama berada di Bali, wisatawan tentunya membayar hotel, membeli makanan, menggunakan transportasi dan membeli oleh-oleh. Untuk wisman, pengeluarannya per hari sekitar Rp 2 juta dengan lama tinggal di Bali rata-rata 8 hari.
“Kalau lama tinggal rata-rata 3 hari itu yang tinggalnya di hotel bintang lima saja. Setelah tinggal di hotel bintang lima, bisa saja dia pergi ke Ubud, Karangasem, Buleleng, itu juga harus dihitung lama tinggal. Itulah rata-rata 8 hari,” papar mantan Kepala Bappeda Provinsi Bali ini.
Menurut Astawa, kunjungan wisatawan ke Bali salah satunya memang berkorelasi dengan pendapatan dari pajak hotel dan restoran (PHR). Akan tetapi PHR selama ini masuk ke PAD kabupaten/kota. Sementara bagi provinsi, multiplier efect yang ditimbulkan sektor pariwisata utamanya banyak menciptakan lapangan pekerjaan, di antaranya guide, travel agent, hingga pegawai hotel dan restoran. (Rindra Devita/balipost)