vonis
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perbekel Celukan Bawang terpilih, Mohamad Ashari, telah dilantik oleh Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Namun, pascadilantik, Ashari diberhentikan sementara menjadi Perbekel Celukan Bawang dan kembali ditahan pihak kejaksaan.

Saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (18/12), majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi menghukum perbekel nonaktif itu dengan pidana penjara selama 15 bulan atau satu tahun tiga bulan.

Putusan majelis hakim itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa. JPU I Wayan Genip sebelumnya menuntut supaya terdakwa dihukum selama satu tahun 10 bulan (22 bulan).

Baca juga:  Diperiksa Sebagai Tersangka Korupsi dan TPPU, Dewa Puspaka Batal Ditahan Karena Alasan Ini

Terdakwa oleh majelis hakim dinyatakan terbukti bersalah dalam dakwaan subsider. Terdakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana yang telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Hakim juga menghukum terdakwa membayar denda Rp 50 juta subsider empat bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebagai akibat kerugian keuangan negara. Uang kerugian yang dinikmati terdakwa tersebut sudah dibayar melalui penitipan di kejaksaan, sehingga terdakwa tinggal menjalankan hukuman utamanya.

Baca juga:  Curi Kartu Kredit WNA, Pelajar Afrika Ditahan

Sebelumnya, dalam surat dakwaan jaksa disebutkan, kasus ini bermula dari kantor perbekel yang berlokasi di Banjar Pungkukan masuk wilayah PLTU Celukan Bawang yang dilaksanakan oleh PT General Enrgy Bali (PT GEB) harus dipindahkan. Kantor perbekel mendapat ganti rugi Rp 1,2 miliar untuk membangun kantor Perbekel Celukan Bawang yang baru.

Untuk mencairkan dana ganti rugi itu, Perbekel Ashari membuat rekening Bank Mandiri. Dana pun masuk tiga tahap, yakni Januari 2014 sebanyak Rp 540 juta, Februari 2014 Rp 540 juta dan April 2015 Rp 120 juta.

Baca juga:  Pada 2019, Segini Tren Prevalensi Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia

Bendahara tidak menyetorkan dana itu ke bendahara desa, melainkan membayar sendiri ke rekanan Abdul Aziz Rp 1 miliar, pengeluaran untuk pembayaran Ketua BPD Agus Adnan Rp 80 juta serta Rp 120 juta digunakan membayar jasa dan barang.

Kata jaksa, terdakwa mesti menyetor ke bendahara dan membuat TPK, namun itu tidak dilakukan. Jadi, jaksa menyebut adanya pelanggaran, hingga ditemukan adanya kerugian negara Rp 149 juta. Hanya, yang dinikmati terdakwa Rp 39,160 juta. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *