Leak. (BP/ist)

Oleh I Gede Putu Wirawan

Belakangan ini ramai dibicarakan tentang Program Studi (PS) Leak (Liak) Bali yang akan dikembangkan di suatu perguruan tinggi. Masyarakat menangkapnya sebagai suatu usaha untuk membawa ke ranah akademis pengetahuan tentang pengeliakan, di mana pengeliakan dikenal di masyarakat sebagai ilmu supranatural yang akan sulit dibawa ke ranah akademis.

Ranah akademis menuntut adanya pembuktian dan pembuktian tersebut dapat dilakukan berulangkali oleh siapa pun yang melakukan pembuktian dengan metode yang sama dan hasilnya harus sama.

Hal inilah yang banyak diragukan atau dipertanyakan orang apakah dalam ilmu pengeliakan itu bisa dilakukan pembuktian secara akademis. Liak telanjur dipersepsikan di masyarakat sebagai sesuatu yang seram, pengetahuan yang digunakan untuk hal-hal negatif, dan sebagainya. Sesungguhnya jika diambil sisi-sisi positifnya pengetahuan tentang liak ini sangat mungkin untuk dibawa ke ranah akademik, apalagi jika dipadukan dengan pengetahuan lokal Bali lainnya.

Perkembangan perbicangan tentang hal ini muncul wacana pembentukan satu program studi pengembangan ilmu pengetahuan tradisional Bali atau bisa kita sebut sebagai local genius Bali atau kearifan lokal Bali, untuk menghindari jebakan akademis tersebut. Jadi dalam program studi ini akan dikembangkan berbagai studi tentang Bali yang dulu sering disebut sebagai Baliologi.

Baca juga:  Bhakti New Normal

Secara akademis pengembangan ilmu pengetahuan lokal Bali ini mempunyai potensi yang sangat strategis dan akan menjadi satu-satunya di dunia. Publikasi ilmiah mestinya dapat menjadi sangat original dan persaingan dalam publikasi tentu belum seketat ilmu pengetahuan lainnya.

Orang-orang asing yang belajar atau peneliti asing akan banyak mengacu pada apa yang dihasilkan di program studi ini. Kerja sama penelitian dan pengajaran juga akan dengan mudah dilakukan, terutama karena Bali menjadi branding yang menjadi core program studi.

Berbagai bidang dapat dikembangan di dalamnya, mulai dari bidang obat-obatan tradisional Bali, sejarah Bali, arkeologi Bali, sistem pertanian tradisional Bali seperti sistem subak, arsitektur Bali, landscape Bali, sesuatu dari ilmu liak tersebut seperti kajian pengobatan, kajian metafisika, dan lain-lain, yang semuanya harus dikaji secara ilmiah dengan parameter pengukuran yang sesuai dengan nilai-nilai akademis.

Kajian-kajian yang dilakukan dapat berupa kajian sosial humaniora, saintek, dan berbagai kajian dalam ranah akademik lainnya. Pendeknya bagaimana mengangkat kearifan lokal Bali itu ke ranah akademik yang terukur dengan parameter ilmiah.

Baca juga:  Bali Perlu Miliki Manajemen Risiko

Banyak dipertanyakan bagaimana dengan referensi? Dikatakan referensi sangat-sangat kurang, terutama karena belum banyak yang melakukan penelitian atau kajian di bidang ini. Sesungguhnya soal referensi ada banyak, bukankah pengetahuan tradisional Bali banyak yang tertulis berupa lontar?

Lontar-lontar itulah kekuatan ilmu pengetahuan tentang Bali dan yang justru belum banyak diungkapkan, karena banyak lontar yang cenderung menjadi sesuatu yang angker tidak boleh dibaca sembarang orang dan sembarang hari. Tetapi jika lontar-lontar itu dikaji secara akademis dan oleh mereka yang mempunyai kapasitas akademis yang telah diakui mestinya menjadi sangat bisa dilakukan.

Di samping itu, banyak juga lontar yang sekadar berupa catatan pribadi atau pendapat pribadi penulisnya. Karena tidak dibaca itulah menjadi angker karena semakin tidak diketahui apa isinya. Lontar-lontar Bali justru terpelihara dan diterjemahkan dengan baik di Belanda dan dipelajari secara akademis, sehingga sejumlah publikasi ilmiah banyak ditulis oleh peneliti-peneliti Belanda.

Sudah saatnya kita menjadikan lontar-lontar yang kita punya itu sebagai referensi untuk kajian-kajian akademis tentang Bali dan dilakukan oleh orang Bali, sehingga meminimalisir kesalahan dalam mengartikan/menafsirkan sebuah pengetahuan. Di samping itu ada sejumlah referensi yang telah ditulis selama ini oleh para ilmuwan, baik itu ilmuwan asing maupun ilmuwan Indonesia atau ilmuwan lokal Bali. Jika kemudian program studi ini bisa mengelola jurnal ilmiah internasional pasti dalam waktu singkat dapat terindeks Scopus atau indeks bereputasi lainnya.

Baca juga:  Izin Prodi Kedokteran Undiksha Diserahkan, Pendaftaran Calon Mahasiswa Mulai 10 Agustus

Negara-negara lain seperti Jepang, Korea dan China yang telah banyak mengangkat pengetahuan tradisionalnya menjadi pengetahuan akademis yang tinggi dan bahkan telah digunakan sebagai strategi pengembangan ekonominya. Sementara kita masih jauh tertinggal soal ini.

Jadi membawa pengetahuan tradisional Bali yang banyak termuat dalam lontar ke dalam ranah akademis bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, bukanlah sesuatu yang tabu, dan bukanlah sesuatu yang tidak boleh. Tetapi bagaimana kita mulai mengkajinya dari bidang-bidang unggulan yang ‘’menjual’’ dan bisa dibawa ke ranah akademis dengan parameter/pengukuran ilmiah yang pada saatnya nanti bisa kita gunakan sebagai strategi pengembangan ekonomi Bali.

Penulis adalah Profesor di Universitas Udayana

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *