DENPASAR, BALIPOST.com – Belakangan ini, tidak sedikit penghobi traveling yang melengkapi dirinya dengan skill fotografi. Jalan-jalan (traveling) dan fotografi memang merupakan dua hobi yang bisa saling dipersatukan dan saling melengkapi. Tentunya, perjalanan ke tempat-tempat eksotik di belahan dunia itu akan menjadi cerita yang tak pernah terlupakan jika diabadikan secara visual lewat rangkaian frame-frame foto.
Dengan sentuhan kreativitas fotografi, cerita perjalanan yang terangkai dalam frame-frame foto itu akan menjadi hal yang sangat menantang, bahkan bisa menghasilkan uang karena foto-foto perjalanan (travel) sangat diminati oleh para travel agent sebagai media promosi bisnis mereka.
Untuk membuat seseorang atau travel agent mau membeli foto-foto perjalanan tersebut, tentu saja foto-foto itu harus layak dari segi teknis fotografi. Tak kalah pentingnya, foto-foto itu harus mampu “bercerita” sehingga mampu menggugah dan menggiring minat para penghobi traveling untuk mengunjungi tempat-tempat yang diabadikan dalam foto-foto tersebut.
Seperti halnya kita bercerita lewat kata-kata, fotografi travel akan menceritakan perjalanan kita lewat visual. Maka, ceritakanlan hal-hal yang unik dan menarik.
Semakin unik dan menarik foto-foto kita, maka penikmat foto-foto kita akan tertarik untuk mengunjungi tempat-tempat yang ada di dalam foto tersebut. Makanya, sentuhan kreativitas tetap merupakan hal yang mutlak, sehingga foto-foto tersebut tetap layak untuk diapreasiasi sebagai sebuah karya seni atau tidak terjebak menjadi dokumentasi perjalanan semata.
Peralatan Ringkas
Dalam sebuah perjalanan dengan durasi bisa mencapai berhari-hari, tentunya kita harus membawa banyak hal atau tidak hanya peralatan fotografi semata. Mulai dari pakaian, laptop, buku, peta hingga peralatan mandi jika tempat yang akan dikunjungi berada di daerah pedesaan atau pedalaman.
Maka dari itu, sangat disarankan membawa peralatan fotografi yang ringkas, simple tapi tetap powerful. Dalam kondisi seperti ini, satu kamera DSLR dan satu kamera pocket sebagai cadangan sudah cukup. Begitu pula dengan lensa, cukup membawa satu lensa sapujagat (misalnya 18-200 mm) dan satu lensa wide (16-35 mm) karena dua lensa ini akan sangat diperlukan. Tapi untuk kartu memori, jangan pernah berpikir minimalis.
Bawalah seluruh koleksi kartu memori yang anda miliki. Jangan sampai ruang di kartu memori itu habis di tengah jalan, sementara di sisi lain masih banyak objek yang harus difoto. Tripod atau penyangga kamera juga merupakan piranti penting yang wajib dibawa.
Sebab, tidak jarang kita harus memotret pada malam hari atau kondisi agak gelap (low light) di dalam ruangan. Bawalah tripod yang simple, ringan dan kecil tapi cukup kuat untuk menyangga kamera kita.
Pada kondisi gelap, kita cenderung memakai speed yang sangat rendah sehingga dengan bantuan tripod kita bisa meminimalisasi terjadinya gambar yang goyang (shake) atau blur.
Fotografi travel biasanya berhubungan dengan suasana baru, orang-orang baru, hingga sesuatu yang baru dengan rutinitas berbeda. Untuk “merekam” hal itu, keberadaan lensa lebar (wide) sangat dibutuhkan karena foto yang dihasilkan oleh lensa lebar umumnya mampu “berbicara” sehingga terkesan lebih akrab.
Sementara untuk menangkap hal-hal yang lebih detail, misalnya ekspresi orang yang kita anggap menarik, kita bisa menggunakan lensa sapujagat yang notabene merupakan lensa telezoom. Intinya, tetap pada pemilihan peralatan fotografi seringkas mungkin tapi tetap powerful.
Untuk menghasilkan foto-foto menarik, rencana perjalanan sudah harus terkonsep dengan detail sebelumnya. Artinya, kita sudah memiliki gambaran tujuan dan lokasi mana saja yang akan dibidik.
Termasuk, mengumpulkan referensi foto-foto dari fotografer yang sudah pernah berkunjung ke tempat itu sebelumnya sehingga kita bisa merencanakan sudut pengambilan gambar atau angle yang berbeda. Jadi, daya kreativitas kita dalam memotret wajib dieksplorasi sehingga foto-foto yang dihasilkan tidak merupakan pengulangan dari foto-foto yang sudah ada sebelumnya.
Ingat, fotografi travel bukan sekadar memotret alam. Prinsipnya, kita tidak boleh hanya fokus pada objek alam, namun mencakup semua hal yang berkaitan dengan daerah tujuan. Misalnya, akvitivitas keseharian masyarakat di daerah tersebut, makanan/kuliner, kesenian daerah, permainan tradisional anak-anak dan sebagainya.
Bahkan, potret pun bukan hal yang tabu dalam fotografi travel sepanjang foto itu mampu menceritakan kekhasan dan keunikan dari daerah tersebut. Misalnya, bagaimana ciri khas penutup kepala masyarakat di sana, riasan wajahnya maupun aksesori yang digunakan. Jadi, hampir seluruh genre fotografi bisa masuk dalam fotografi travel ini. (Wayan Sumatika/balipost)