I Made Sandi. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Untuk mencapai kesejahteraan, minimal petani harus menggarap lahan pertanian seluas 2 ha. Namun, dengan pertanian organik, petani tidak perlu memiliki lahan yang luas untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat.

Hal ini sudah dialami I Made Sandi, petani dari Banjar Munduk Andong, Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Tabanan. Sejak lima tahun terakhir ia menekuni pertanian organik, hasilnya sangat memuaskan.

Padahal lahan yang ia kuasai hanya 75 are atau kurang dari satu hektare. “Kita berpatokkan dengan pangan sehat. Masyarakat sekarang lebih banyak mengonsumsi makanan yang modern, yang notabene tidak sehat. Dalam jangka waktu lama, fatal akibatnya,” ujarnya Rabu (8/1).

Baca juga:  Rawan Tsunami dan Likuifaksi, ForBALI Bersurat ke Jokowi Hentikan Megaproyek di KRB Bali Selatan

Dari sanalah ia berpikir untuk membuat produk pertanian yang ramah tubuh yaitu organik. Untuk itu anak-anak muda berpotensi mengembangkan pertanian karena pertanian organik lebih menjanjikan.

Jangkauan pasar luas karena bisa tembus ekspor. Komoditi yang ditanam juga fleksibel, tidak harus tanaman padi. Namun banyak komoditi yang bisa ditanam dan berpotensi.

Milenial diharapkan kembali menekuni pertanian sehat dengan pertanian organik. Tidak hanya berimbas pada kesehatan masyarakat yang mengonsumsi, pertanian organik juga membutuhkan biaya operasional yang sedikit.

Baca juga:  RS Wangaya Sampai Dirikan Tenda Tampung Titipan Jenazah, Usulan PHDI Disambut Baik

Menurutnya, bertani organik lebih irit dan menguntungkan. “Nilai tambahnya juga tinggi, hasilnya bisa tiga kali lipat dari pertanian konvensional,” ungkapnya.

Komoditi yang ditanam yaitu pokcoy, kaelan, misuna, selada dll. Hasil bersih yang bisa didapat per bulan sebesar Rp 10 juta. Karena diakui ia tidak perlu membeli bahan – bahan kimia seperti pupuk dan pestisida.

Dengan bertani organik, ia tidak perlu pusing memikirkan saprodi (sarana produksi padi) seperti membeli pupuk dan pestisida. “Kalau kita tidak d, sudah menerapkan sistem TTG (teknologi tepat guna) karena pupuk dan pestisida, kita bikin sendiri untuk perangsang tumbuh, pestisida, fungisida kita bikin sendiri,” jelasnya. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Anggaran Pertanian Kabupaten/Kota 2020
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *