DENPASAR, BALIPOST.com – Bursa Ketua Umum PGRI Bali pecahkan rekor. Bahkan jumlah bakal calon Ketua Umum (Ketum) PGRI Bali yang akan bersaing pada Konferensi Provinsi (Konprov) Bali, Sabtu ini ( 11/1) tercatat 101 orang.
Lalu apa motivasi mereka berebut menjadi ketum PGRI? Adakah sesuatu yang menjanjikan?
Pengurus PGRI Kota Denpasar, Drs. Ketut Suarya, M.Pd., mengaku hanya sebatas prestise. Sebab ketum PGRI dan pengurusnya tak digaji, bahkan sering menggunakan uang sendiri untuk kegiatan PGRI.
Jika dilirik ada iuran anggota, menurut Suarya, juga tak seberapa. Sesuai AD/ART iuran anggota PGRI Rp 4.000/sebulan sudah ada aturan pembagiannya.
Sebanyak 40 persen mengendap di cabang, 30 persen di Kab/Kota, 20 persen di PGRI Provinsi dan 10 persen ke pusat. “Jadi, siang ada untungnya jadi ketum. Tak ada penghasilan menggiurkan di sini, kecuali konsep ngayah,” tegasnya.
Hal itu dibenarkan oleh Ketum PGRI Bali dimesioner, Gede Wenten Aryasuda, M.Pd. Menjadi pengurus PGRI Bali banyak ngayahnya ketimbang mendapatkan hasil.
Selain ngayah, banyak payah, dan siap-siap lelah. “Jadi, sudah lumrah di PGRI tiga “ah” tadi,” tegasnya. Ia menambahkan selama ini pembiayaan PGRI banyak dibantu oleh persekolahan PGRI. (Sueca/balipost)