Dunia pendidikan adalah salah satu bidang strategis yang harus dibenahi. Pembenahannya pun mestinya tak temporer, tetapi harus berkelanjutan. Dengan model yang jelas dan baku, sebuah sistem bisa dijabarkan walaupun pejabatnya berganti.
Sayangnya, model yang kita harapkan menjadi rujukan pengelolaan pendidikan tak pernah permanen. Bahkan, jika dalam lima tahun terjadi pergantian menteri, maka kebijakan pun bergeser. Inilah yang harus kita rumuskan bersama dan kita jadikan aturan yang mengikat.
Hal lain yang perlu dibenahi adalah memastikan adanya standar dalam pengelolaan pendidikan. Standardisasi hendaknya juga terkait dengan fasilitas dan sarana termasuk media pembelajarannya. Termasuk di dalamnya adalah soal profesionalisme guru dan dedikasinya dalam dunia pendidikan.
Akan sangat memprihatinkan profesi guru hanya dipandang sebagai pekerjaan. Jika ini terjadi maka rasa untuk membimbing dan mendidik akan terbatasi oleh waktu dan kalender pendidikan. Profesi guru hendaknya menjadikan seseorang tak hanya cakap dalam mendistribusikan ilmu kepada anak didiknya, melainkan juga harus cakap menjadi orangtua yang mendidik, mengayomi serta menjadikan anak didiknya manusia berbudi pekerti.
Dalam konteks inilah perlu dilakukan pembaruan dan pengkajian metode yang sesuai dengan realita saat ini. Realitas tentu bukan sekadar zaman tetapi juga tuntutan pasar kerja. Pendidikan hendaknya benar-benar mampu menjadi lembaga yang melahirkan tenaga profesional yang siap diserap pasar.
Jangan sampai hanya mengantarkan anak didik atau mahasiswa mencapai gelar sarjana, namun gelar itu tak sejalan dengan tuntutan dunia kerja. Untuk itulah, pembaruan metode harus dilakukan. Untuk itu fasilitas pembelajaran untuk mendukung optimalisasi hasil pembelajaran harus didukung juga.
Selebihnya, pembaruan metode pembelajaran hendaknya memperhatikan kebebasan individu dan menghargai anak didik sebagai pribadi. Dengan metode ini tentu kita akan menjauh dari model penyeragaman cara belajar yang memaksa individu-individu yang berbeda berada pada satu konsep yang mungkin tak sesuai dengan kepribadiannya.
Kebebasan belajar atau merdeka dalam belajar tentu kita harus maknai sebagai ruang bagi anak didik untuk memilih cara yang sesuai dengan kepribadian, cita-cita dan daya dukung fasilitas dan prasarana pembelajaran. Dan kita sadari bersama persoalan di seputar pendidikan sepertinya tidak akan pernah habis dibahas.
Tidak hanya soal guru, siswa, orangtua murid, sarana dan prasarana sekolah dan tentu saja sistem pendidikan itu pendiri sebagai bingkai besarnya. Apa lagi? Banyak sekali.
Tetapi sejatinya kita juga mestinya memberikan porsi yang sedikit lebihlah pada sisi positifnya. Tidak sedikit guru yang berprestasi. Banyak juga siswa yang punya telenta tinggi, sekolah dengan fasilitas memadai pun cukuplah. Namun hal-hak positif itu sepertinya hilang di tengah riuh-rendah silang sengketa serta kotroversi kebijakan para pejabatnya.