DENPASAR, BALIPOST.com – Penyidik Pidsus Kejari Denpasar yang menerima pelimpahan tahap II kasus dugaan korupsi dengan tersangka Kepala Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara, Anak Agung Ngurah Arwatha, banyak menguak kejanggalan. Salah satunya, kata Kasiintel Kejari Denpasar I IGN Ary Kesuma bersama Kasipidsus Nengah Astawa, penerimaan pungutan per bulannya.
Diungkapkan, dari data yang ada rerata pemasukan per bulan antara Rp 13 juta sampai Rp 14 juta. Uang itu kemudian dikumpulkan Bendahara Desa Pemecutan Kaja, dan tidak dimasukan dalam penerimaan asli desa.
Sejak Februari 2017 sampai dengan Februari 2018, Ngurah Arwatha memerintahkan Bendahara Desa Pemecutan Kaja untuk memotong pungutan tersebut rata-rata Rp 7.000.000 sampai dengan Rp 11.000.000 setiap bulan. Uang potongan sumbangan kemudian dibagi untuk kepala desa, perangkat desa, Kadus, dan BPD Desa Pemecutan Kaja.
Sisanya lalu disetorkan ke kas Bumdes Pemecutan Kaja. Hingga akhirnya nilai kerugian sekitar Rp 190 juta.
Dalam kesempatan itu, disebutkan perbekel menjadi tersangka seorang diri. Karena pembagian uang untuk perangkat desa dan penyertaan modal itu murni kebijakan perbekel sendiri.
Kuasa hukum tersangka, Made Adi Mustika mengaku bahwa kliennya syok mengetahui ditahan. Sebab, sebelumnya tersangka tidak ditahan saat disidik di Polresta Denpasar.
Mustika menyebutkan tersangka sudah mengembalikan uang sekitar Rp 120 juta. Sedangkan uang yang belum dikembalikan sekitar Rp 72 juta. Uang tersebut tidak dikembalikan karena sudah masuk ke BUMDes. (Miasa/balipost)