DENPASAR, BALIPOST.com – Cabai adalah jenis komoditas pertanian yang kerap mengalami fluktuasi harga yang cukup signifikan. Dengan adanya musim hujan seperti saat ini, harga cabai umumnya mengalami kenaikan karena produksi yang menurun.
Karena itu, untuk menjaga kestabilan harga ini, pemerintah merancang program LUPM (Lembaga Usaha Pangan Masyarakat) cabai. Berdasarkan pantauan harga kebutuhan pokok di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, kenaikan harga cabai di masyarakat mulai terjadi.
Harga rata-rata eceran untuk cabai merah keriting saat ini Rp 40.000 per kilogram dan cabai rawit merah Rp 55.000 per kilogram. Kabid Ketersediaan Distribusi dan Cadangan Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Ir. I Made Tresna Kumara, MMA., Selasa (14/1) mengatakan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, setiap musim hujan pasti diiringi dengan kenaikan harga cabai.
Di sisi lain, petani di Bali tidak ada yang menggunakan penanaman cabai dengan green house. Sehingga saat hujan merusak panen cabai dan mengakibatkan stok cabai di tingkat petani menjadi sedikit dan melambungkan harga jualnya.
Untuk itu, dalam mengendalikan harga cabai, pemerintah mulai 2020 berencana mengalokasikan dana untuk Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM) cabai. Adapun dalam program ini, pemerintah memberikan subsidi biaya distribusi cabai.
Keberhasilan program LUPM sendiri telah dilihat lewat LUPM Beras dimana sangat mampu mengendalikan harga beras di pasar. ”Jadi dalam program LUPM ini, karena adanya subsidi distribusi, petani bisa mendapatkan harga tinggi sedangkan konsumen mendapat harga lebih rendah dari harga pasar,” ujar Tresna.
Rencananya LUPM ini akan difokuskan ke daerah-daerah penghasil cabai di Bali seperti Gianyar, Klungkung, Buleleng dan Badung. Tresna berharap kekhawatiran akan lonjakan harga cabai saat musim hujan ini dapat diatasi.
Selain dengan program LUPM cabai ada juga bantuan cold storage dari pemerintah pusat yang membantu dalam proses penyimpanan. Adanya storage ini setidaknya bisa menstok cabai untuk tiga bulan ke depan sehingga gejolak harga bisa dikendalikan. (Wira Sanjiwani/balipost)