DENPASAR, BALIPOST.com –Dari sisi ilmu kesehatan jiwa, bunuh diri kebanyakan terjadi pada individu yang merasa putus asa. Dokter spesialis kejiwaan RSUP Sanglah, Dr. dr. A.A. Sri Wahyuni, Sp.KJ., Rabu (15/1) mengungkapkan, seseorang memutuskan untuk bunuh diri biasanya karena merasa sudah tidak ada lagi yang bisa membantunya dalam memecahkan masalah.
Padahal, dalam hal ini ada keluarga yang bisa menjadi tempat mencari solusi atau sekadar berkeluh kesah. Namun sayangnya, saat ini cukup banyak hubungan keluarga yang renggang karena kesibukan masing-masing individu dalam keluarga. ‘’Yang dekat jadi jauh. Yang jauh justru jadi dekat. Karena adanya gadget, keluarga menjadi tidak akrab lagi satu sama lain,’’ jelasnya.
Padahal, menurutnya, kunci mengatasi persoalan hidup justru ada di keluarga. Bahkan untuk mengantisipasi atau menekan kasus bunuh diri, hubungan erat antaranggota keluarga harus selalu terjalin.
Ia pun mengajak masyarakat yang merasa kesulitan dengan berbagai persoalan hidup, untuk mencari pertolongan ke ahlinya atau orang yang dekat. Jangan bergantung pada media sosial karena justru akan semakin memberatkan.
Apabila ada anggota keluarga sudah mulai terlihat gejala gelisah, pendiam, tidak bersemangat dan bingung serta tidak mau melakukan apa-apa, segera dekati untuk bisa mencurahkan permasalahannya. Jika ditemukan gejala ini, segeralah dikonsultasikan ke dokter kejiwaan atau psikolog. (Wira Sanjiwani/balipost)
Artikel yang menarik dan bermanfaat. Universitas Airlangga, Indonesia juga membahas bagaimana kita mengenali gejala dan tanda bagi orang yang ingin melakukan bunuh diri sehingga dapat di cegah. Untuk artikel lebih jelasnya akan saya bagikan link artikel di bawah ini. Selamat membaca,semoga bermanfaat
http://news.unair.ac.id/2019/10/10/cegah-bunuh-diri-pahami-gejala-dan-tanda/
Sekian dan Terima Kasih