SEMARAPURA, BALIPOST.com – Masyarakat Banjar Sampalan, Desa Pakraman Dalem Setra Batununggul, Kecamatan Nusa Penida, kembali menggelar ritual ngadegang. Rangkaian ritual ini diawali dengan melasti, Rabu (15/1).
Masyarakat setempat melestarikan pelaksanaannya sebagai wujud upaya menjaga keseimbangan alam. Agar, antara buana agung dan buana alit tetap terjalin harmonis, sehingga dijauhkan dari segala bentuk bencana yang mulai terjadi di awal 2020.
Ritual ini setiap tahun digelar empat hari sebelum Tilem Kapitu. Ngadegang, diawali dengan upacara melasti di segara setempat.
Seluruh pelawatan, seperti Pelawatan Barong Bangkal dan yang lainnya, disucikan disana, diusung oleh krama banjar setempat. Ada juga pelawatan yang dipundut dari Pura Gunung Hyang. “Upacara ngadegang sebagai makna mengingatkan umat agar tetap menjaga keharmonisan alam, keseimbangan antara bhuana alit dengan bhuwana agung,” kata Klian Banjar Sampalan I Dewa Made Suarjana.
Usai melasti di segara setempat, seluruh pelawatan dipundut lagi menuju perempatan desa setempat. Di sana pelawatan dihaturkan caru siap selem, lengkap dengan segehan agung.
Suarjana menegaskan perlengkapan upacara dan segala persiapan memang dilakukan secara goyong royong oleh krama setempat. Sehingga, seluruh warga nampak terlibat dalam pelaksanaan upacara.
Ia menambahkan pelaksanaan ritual ini sebagai wujud syukur atas karunia yang sudah diberikan oleh alam. Pelaksanaan ngadegang, menurutnya sebagai upaya ngadeg atau menghadirkan Ida Batara melalui kehadiran pelawatan tersebut.
Kehadiran Ida Batara di tengah warga, ditandai dengan turunnya hujan, agar jagat landuh, teduh dan selalu dalam kerahayuan. Sehingga, tercipta kedamaian masyarakat setempat.
Wujud syukur warga pun tidak hanya diwujudkan dalam bentuk ritual, tetapi juga dalam wujud kebersamaan. Sebab, usai pelaksanaan ngadegang, dilanjutkan dengan pelaksanaan nyadegang atau umumnya dikenal dengan tradisi magibung.
Sebagaimana makna magibung, nyadegang juga bermakna sebagai wujud syukur dan membangun kebersamaan di antara warga sekitar. Selain saat ngadegang, tradisi ini juga biasa digelar oleh warga setempat saat acara adat lainnya, seperti palebon, pawiwahan, otonan dan lainnya.
Usai pelaksanaan ngadegang, pelawatan Ida Batara, dikatakan nyejer selama sebelas hari. Ia berharap melalui pelaksanaan ritual ini, warga dapat hidup dengan tenang dan damai. (Bagiarta/balipost)