Wisatawan saat berkunjung ke Pura Besakih. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Wisata spiritual rencananya diatur secara spesifik dalam sebuah peraturan daerah (Perda). Yakni rancangan perda tentang Standarisasi Penyelenggaraan Kepariwisataan Bali.

Rencana pengaturan wisata spiritual dalam sebuah produk hukum daerah mendapat beragam tanggapan. Diantaranya dari anggota DPRD Bali, Tjokorda Gede Agung dan Ida Gede Komang Kresna Budi.

Anggota Komisi II DPRD Bali ini berpendapat, wisata spiritual tidak perlu diatur secara spesifik. Hal ini dinilai justru akan membuat terjadinya resistensi (pertentangan) dengan kondisi masyarakat Bali. “Dari sejumlah kasus pelecehan simbol agama yang terjadi di Bali, kita harus berhati-hati memasukan wisata spiritual dalam ranperda standarisasi kepariwisataan,” kata Tjok Agung.

Baca juga:  Tirta Sudamala Centeng Jadi Unggulan Desa Tegak Garap Wisata Spiritual

Dijelaskan, wisata spiritual akan diatur dalam ranperda diketahuinya dari FDG yang sempat dilakukan beberapa waktu lalu di Dinas Pariwisata. “Kami sudah sampaikan atau sarankan agar ranperda yang hampir sempurna ini agar lebih disempurnakan lagi,” katanya.

Salah satunya adalah standarisasi kepariwisataan yang didalamnya mengatur mengenai wisata spiritual. Ini agar dijelaskan dan diperdalam dulu, baik dari definisinya maupun konsepnya. “Takutnya nanti dengan alasan spiritual nanti kita kecolongan,” katanya.

Baca juga:  Tiga Tahanan Sempat Kabur, Dipindah ke Rutan

Sementara terkait pengaturan wisata spiritual dalam ranperda guna mengindari eksploitasi yang kebablasan, Ida Gede Komang Kresna Budi menjelaskan bahwa aturan kalau tidak diatur tidak akan bisa masuk. Pariwisata yang ada di Bali ini cukup dinikmati, jangan malah mengatur hal-hal di luar itu, yang malah nantinya akan masuk paham-paham baru yang tidak sejalan dengan agama yang ada di Bali.

Menurutnya, yang ditakutkan kemudian adalah resistensi. Di Bali sudah ada pariwisata Budaya yang ujung tombaknya ada di desa adat.

Baca juga:  "Hybrid Drive in Concert," Festival Musik di Tengah Pandemi COVID-19

Desa adat sendiri sudah punya adat dan agama sehingga biarkan mereka yang mengatur melalui awig-awig dan pararemnya sendiri. Saat ini yang terpenting adalah penguatan desa adat. Kalau sudah adat menolak, Perda juga tidak mampu menyelesaikannya. (Agung Dharmada/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *