nelayan
Ilustrasi

DENPASAR, BALIPOST.com – Penemuan mayat bayi di Tukad Badung Senin (20/1) patut menjadi perhatian bersama. Meski telah menjadi fenomena lumrah di zaman modern tindakan penyia-nyiaan kehidupan manusia tetaplah sebuah kejahatan.

Penindakan secara hukum belum sepenuhnya efektif menekan kasus serupa. Lantas apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya aborsi dan mengapa ada fenomena kasus aborsi dan pembuangan bayi semakin meningkat?

Mayat bayi dalam tas ransel di Tukad Badung menambah panjang kasus pembuangan mayat bayi. Pada Sabtu (18/1) juga ditemukan mayat bayi tanpa kepala di Tukad Ayung.

Baca juga:  Pemasangan "Autogate" Dipastikan Tak Ganggu Layanan Keimigrasian

Apapun alasannya, pembuangan bayi merupakan tindakan pidana. Pihak kepolisian hingga kini masih terus melakukan penyelidikan untuk menemukan siapa pelakunya.

Data dari WHO menyebutkan angka aborsi di indonesia mencapai dua juta setiap tahunnya. Terbanyak dilakukan karena alasan kehamilan tak diinginkan.

Tentu saja tidak semua aborsi merupakan tindakan pidana, mengingat pengguguran kandungan dapat dilakukan demi alasan medis atau diistilahkan dengan abortus medicalis.

Baca juga:  Debat Kedua Pilgub Bali Usung Tema “Menyikapi Dinamika Otonomi Daerah di Bali”

Yang menjadi persoalan tentu saja adalah abortus criminalis atau aborsi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Alasan utama dilakukannya aborsi criminalis karena kehamilan di luar nikah.

Pendekatan secara sosial penting dilakukan untuk menekan angka aborsi. Ini berarti peran dari orangtua dan lingkungan sekitarnya perlu dikedepankan. (Winata/balipost)

Ulasan lebih dalam mengenai peningkatan kasus aborsi dan pembuangan bayi ini dapat dibaca di harian Bali Post, terbit Rabu (22/1).

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *