Ternak babi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ratusan ternak babi yang mati mendadak karena sakit terjadi di 3 kabupaten/kota, yakni Denpasar, Badung, dan Tabanan. Kematian ternak ini membuat keresahan di kalangan peternak karena virus African Swine Fever (ASF) sudah masuk ke Indonesia dan menjangkiti 16 Kabupaten di Sumatera Utara.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana, M.Si., Kamis (23/1), mengatakan jauh sebelum kasus ini terjadi, sekitar awal Desember 2019 pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Bali melalui Dinas yang menangani fungsi peternakan kesehatan hewan telah memberikan imbauan kepada para peternak babi untuk mewaspadai ancaman kasus penyakit menular pada babi, terutama penyakit ASF. Pasalnya, sejumlah negara sudah terjangkit, seperti Vietnam, Kamboja, Hongkong, Korea Utara, Laos, Myanmar, Filipina dan Timor Leste.

Baca juga:  Kasus Kematian Babi Terus Terjadi,  Hasil Lab “Misterius”

Bahkan di Indonesia, ASF telah menjangkiti 16 Kabupaten di Sumatera Utara sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 820/Kpts/PK.320/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine fever).

Ia mengatakan Provinsi Bali merupakan salah satu wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap ancaman masuknya penyakit ASF. Mengingat, tingginya arus barang dan manusia ke Bali, padatnya populasi babi, tingginya penggunaan limbah Horeka (Hotel, Restoran dan cathering) sebagai pakan babi dan masih rendahnya sanitasi budidaya peternak. Serta cara pemotongan babi yang masih tradisional.

Baca juga:  Mulai Kendor! Penerapan Prokes Layanan Publik di Bangli

Oleh karena itu, ia telah melakukan langkah-langkah strategis dan teknis sesuai dengan Pedoman Kesiapsiagaan Darurat Veteriner Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Diantaranya, melakukan pemetaan lokasi peternakan yang menggunakan swill feeding atau limbah horeka sebagai sumber pakan babi dan melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang terkait.

Dari hasil inventarisasi petugas lapangan telah terdata sebanyak 68 kawasan peternak berisiko di 26 kecamatan di 9 Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Untuk mereka sudah dilakukan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) yang melibatkan seluruh stakeholder di wilayah risiko tinggi itu, memaksimalkan biosecurity kandang, melakukan disinfektan secara rutin dan menghindari limbah pakan horeka.

Baca juga:  RSUD Karangasem Kelimpungan Danai Operasional

“Kami juga melakukan pemetaan lokasi peternakan yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit ini untuk dilakukan edukasi dalam upaya penyelamatan ternak sehat,” sebutnya.

Ia mendorong peternak untuk melakukan tindakan biosekuriti maksimum pada lokasi kandang. Caranya dengan meningkatkan pengawasan terhadap lalu lintas orang, barang dan disertai melakukan tindakan disinfektan. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *