DENPASAR, BALIPOST.com – Peran medsos dalam politik khususnya pilkada kian kentara di era digital. Tim sukses beradu gagasan, tak jarang saling serang di medsos.
Berbanding lurus dengan akar rumput yang bahkan tak pernah mengetahui rekam jejak calon pemimpinnya. Politisasi SARA dan ujaran kebencian, sangat mungkin dikedepankan tatkala pengawasan dunia maya sebagian besar mengandalkan asumsi dan etika dunia medsos yang tak jelas batasannya.
Aparat pun kerap tak bisa bertindak cepat karena terbentur persepsi netizen yang bisa sangat cepat berubah. Tahun ini, enam kabupaten/kota di Bali yakni Denpasar, Badung, Tabanan, Bangli, Karangasem dan Jembrana akan menggelar pilkada serentak.
Ancaman sisi gelap medsos pun mulai menjadi kekhawatiran. Konflik horizontal sewaktu-waktu bisa muncul akibat fanatisme pendukung calon yang sulit dibendung dan tak mampu diarahkan ke ruang diskusi yang sehat di medsos.
Berkaca dari pengalaman pilkada Jakarta dan pilpres lalu yang terlampau menguras energi bangsa, masyarakat Bali dalam menghadapi pilkada serentak 2020 harus mampu menahan diri dalam menuangkan pemikirannya di medsos. Norma dan etika layaknya berkomunikasi di dunia nyata seyogyanya dipraktikkan pula di medsos.
Perkuat literasi khususnya literasi digital. Referensi dari sumber kredibel mesti diperbanyak sehingga potensi misinformasi bisa ditekan seminimal mungkin. Dengan budaya literasi pula, masyarakat akan mampu mengetahui rekam jejak calon pemimpinnya.
Paling tidak untuk memberikan gambaran sepak terjang dan komitmen calon atas kondisi masyarakat. Literasi yang cukup juga akan jadi senjata melawan fanatisme buta.
Jika itu bisa diimplementasikan, medsos bisa menjadi sarana diskusi politik yang sehat bagi publik sekaligus barometer perkembangan politik. Guna mengantisipasi penyebaran hoax dalam tahapan pilkada serentak, Polda Bali sejatinya telah mengerahkan Tim Unit Cyber Crime untuk melakukan deteksi dini.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali Kombes Pol. Yuliar Kus Nugroho belum lama ini menyatakan pihaknya tidak hanya melakukan pemantauan hoax di medsos ketika ada pilkada saja. Tim Cyber Crime Polda Bali memantau semuanya, baik itu aktivitas keseharian maupun saat adanya event-event penting.
Bahkan pemantauan dilakukan 24 jam sehari. Meski demikian, tetap saja pihaknya menegaskan peran aktif masyarakat sebagai faktor utama. Sebab jari netizen pula yang menentukan kondusif tidaknya tahapan pilkada. (Dedy/balipost)