DENPASAR, BALIPOST.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Keppres terkait peningkatan status Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar menjadi Universitas Hindu Negeri (UHN) pertama di Indonesia. Namanya berubah menjadi UHN I Gusti Bagus Sugriwa. Siapa sosok Sugriwa ini sehingga diabadikan sebagai nama UHN?
Dikutip dari berbagai sumber, figur I Gusti Bagus Sugriwa begitu melekat di relung hati masyarakat Hindu Bali dan Indonesia. Sosok yang dikenal luas sebagai tokoh panutan dan Bapak Peradaban Hindu ini memiliki rekam jejak yang patut dibentangkan dalam lembaran sejarah.
Berpenampilan sederhana, dengan cita-cita melestarikan bahasa daerah dan agama Hindu di Bali menjadi karakteristik dari tokoh panutan kelahiran Bungkulan, Buleleng pada 4 Maret 1900 ini. Di Indonesia, I Gusti Bagus Sugriwa merupakan sosok dibalik diakuinya secara resmi agama Hindu oleh pemerintah.
Perjuangan ini tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Berbagai aral ia hadapi hingga peradaban Hindu mendapat pengakuan resmi pemerintah Indonesia. Berbekal ilmu otodidak I Gusti Bagus Sugriwa merambah dunia pendidikan dengan mengajar pada Sekolah Dasar di Desa Bungkulan, Buleleng.
Kiprahnya di dunia pendidikan berlanjut dengan menjadi guru di Sekolah Rakyat di Desa Jinengdalem, Buleleng pada 1921. Lalu menjadi Kepala Sekolah Vervogcshool di Kubutambahan pada 1935 dan sempat mengajar bahasa Jepang di sejumlah sekolah.
Setahun pasca Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan, pada 1946, I Gusti Bagus Sugriwa menjadi angota Dewan Perjuangan Republik Indonesia. Kepeduliannya terhadap kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah membuat dirinya ditangkap oleh Belanda pada 1948. Pada 16 Oktober 1950, Bapak dengan 11 orang anak ini dipilih sebagai anggota Dewan Pemerintah Daerah Bali (DPD Bali) pada 16 Oktober 1950.
Dia juga pernah menjadi pimpinan redaksi majalah Damai, yang diterbitkan oleh Yayasaan Kebhaktian Pejuang di Denpasar. Juni 1957, Sugriwa ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai anggota Dewan Nasional yang dibentuk sebagai lembaga penasehat kabinet presiden dan anggota DPA perwakilan Hindu Bali.
Bergulirnya waktu, pada awal tahun 1970-an, sosok I Gusti Bagus Sugriwa mulai mengajar mewirama (menyanyi lagu kerohanian), mengajar di lembaga pendidikan Dwijendra, Perguruan rakyat Saraswati, Pendidikan Guru Agama Hindu Negeri (PGAHN) yang kini menjadi IHDN Denpasar. Tak dapat disangkal bila ketekunan I Gusti Bagus Sugriwa belajar secara otodidak telah membentuk karakternya untuk lebih memahami bahasa, ketatanegaraan, agama, politik dan ilmu sosial lainnya.
Dalam dirinya juga melekat sebagai sosok dalang, penari, rohaniawan, penggerak angkatan muda dan pengurus majelis agama. Banyak buku yang telah ditulis dan menjadi abadi hingga kini. I Gusti Bagus Sugriwa menghembuskan nafas terakhir pada Selasa, 22 November 1973.
Sebagai bentuk penghargaan yang tak berbilang, Patung batu I Gusti Bagus Sugriwa pun dipahatkan dan berdiri persis di sebelah kampus IHDN yang kini telah menjadi Universitas Negeri Hindu Jalan Ratna, Kota Denpasar. Sebuah simbol bahwa pemikiran I Gusti Bagus Sugriwa tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. (Nyoman Winata/balipost)