Ilustrasi. (BP/Tomik)

DENPASAR, BALIPOST.com – Krisis air bersih terutama air tawar sedang melanda Bali. Hasil riset yang dilakukan Yayasan Idep Selaras Alam Bali menunjukkan kondisi krisis air bersih saat ini melanda Bali.

Program Coordinator Yayasan Idep BWP (Bali Water Protection) Sayu Komang, Jumat (31/1), mengatakan salah satu upaya yang ditawarkan untuk mengatasi krisis air ini adalah menanam bambu tabah. Keunggulan bambu sebagai tanaman konservasi lingkungan adalah kemampuannya menjaga ekosistem air.

Baca juga:  Kerja Nyata Dekranasda Bali 4 Tahun Terakhir, Berhasil Tingkatkan Eksistensi Tenun Ikat hingga Tembus Pasar Dunia

Sistem perakaran tanaman bambu sangat rapat. Akar-akarnya menyebar ke segala arah, baik menyamping atau ke dalam. ‘’Lahan tanah yang ditumbuhi rumpun bambu biasanya menjadi sangat stabil, tidak mudah terkena erosi. Oleh karena itu, air juga lebih mudah menyerap ke dalam tanah yang ditumbuhi tanaman tersebut,’’ ujarnya.

Penggunaan bambu sebagau tanaman konservasi air dan tanah sudah dilakukan di negara-negara lain seperti Tiongkok dan India. Mereka telah berhasil memanfaatkan tanaman bambu untuk kepentingan konservasi air dan tanah.

Baca juga:  Warga Penyaringan Setengah Tahun Swadaya Dapatkan Air Bersih

Sebuah penelitian yang terbit di Tiongkok menyebutkan bahwa bambu mempunyai kemampuan menyimpan air tanah lebih banyak hingga 240 persen jika dibandingkan dengan tanaman pinus. Bambu merupakan teknologi kapiler dari alam yang paling canggih sebagai peresap dan menyimpan air.

Buktinya, di setiap kerimbunan hutan bambu pasti terdapat mata air yang ke luar konstan dan stabil walaupun di musim kemarau. Bambu mampu melepas 35 persen oksigen dan merupakan tumbuhan yang sangat berguna dalam menghijaukan tanah-tanah yang tidak produktif atau telah terdegradasi.

Baca juga:  Warga Nusa Penida Sulit Peroleh Air Bersih, Bisa Keluarkan hingga Rp3 Juta Sebulan

Perkebunan bambu juga memberikan manfaat yang luas dan tumbuh cepat. Bambu dapat menjadi panel, lantai, biofuel, furniture dan kebun bambu itu sendiri dapat menjadi lokasi carbon catchment yang memiliki nilai ekonomis. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *