SEMARAPURA, BALIPOST.com – Gelombang kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI) terus terjadi. Ini membuat petugas di lapisan terbawah wajib bekerja ekstra keras.
Tak terkecuali, para kepala lingkungan (kaling) di seputaran Kota Semarapura. Tetapi, faktanya mereka bertugas dengan penuh risiko penularan. Sebab, mereka bekerja tanpa alat pelindung diri (APD) lengkap, namun hanya mengenakan masker saja.
Seperti diungkapkan Kaling Kemoning Kaja, Kelurahan Semarapura Klod, Made Alit Sudibia, sejak wabah virus Corona mengancam, ia hanya mengandalkan alat seadanya. Padahal, bersentuhan dengan warga yang punya riwayat bekerja di luar negeri sangatlah berisiko. “Ketika mereka datang ke Bali dan kembali pulang, yang pertama mendata dan menangani adalah kalingnya. Tentu harus bertemu. Awalnya cukup waswas, tetapi inilah tanggung jawab,” kata Alit Sudibia, Minggu (12/4).
Dia harus memastikan setiap warga yang datang dari luar, benar-benar mendapatkan penanganan awal, memastikan ia melakukan isolasi mandiri awal di rumahnya hingga rapid test untuk memastikan hasilnya negatif atau mengarah positif. Kemudian menjalankan isolasi mandiri di rumahnya selama 14 hari. “Saya sadar hanya modal nekat. Karena menangani mereka tanpa APD lengkap. Risikonya tinggi, seharusnya ada APD lengkap buat kami di bawah,” tegasnya.
Beda sekali dengan tim kesehatan seperti dari puskesmas yang turun ke lapangan saat melakukan penanganan, tentu sudah mengenakan APD lengkap. Malah dalam praktiknya, kaling yang lebih berperan untuk bertemu dengan PMI langsung atau orang lainnya yang dicurigai terpapar virus di rumah warga.
Karena kaling mengenal setiap warganya secara personal, sehingga memudahkan untuk koordinasi di lapangan. Sudibia sempat menyampaikan perlunya APD untuk kaling kepada pihak kelurahan.
Tetapi, masalah anggaran menjadi kendala. Meski demikian, dia tetap bertugas menerapkan arahan pemerintah untuk mengedukasi masyarakat.
Kebetulan, ia juga tergabung dalam Satgas Gotong Royong di Desa Adat Kemoning. Alit Sudibia menegaskan akan tetap meningkatkan kewaspadaan, mengawasi setiap pergerakan warga dan melakukan patroli saat malam hari.
Apalagi trennya saat ini banyak PMI memilih menetap di kos-kosan, karena ditolak di daerah asalnya. Di sekitar wilayah tugasnya cukup banyak ada kos-kosan.
Demikian juga di lingkungan Kemoning Kelod, di sekitar kawasan perumahan Ume Lemek. Situasi ini juga menjadi perhatian serius Desa Adat Kemoning melalui Satgas Gotong Royong.
Pihaknya sudah mengimbau kepada pemilik kos-kosan untuk mewaspadai setiap orang baru, agar benar-benar terpantau. “Jangan sampai karena tidak waspada, justru meningkatkan resiko penularan bagi warga di sekitarnya,” tegasnya. (Bagiarta/balipost)