DENPASAR, BALIPOST.com – Karantina Pekerja Migran Indonesia (PMI) menjadi salah satu langkah penting untuk menjamin para pahlawan devisa itu benar-benar negatif COVID-19 sebelum dilepas ke masyarakat. Mengingat, salah satu sumber risiko yang paling besar berpotensi menimbulkan kasus positif COVID-19 adalah arus kepulangan PMI.
Seperti diketahui, para PMI memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri. Sejak 22 Maret hingga 16 April telah pulang sebanyak 9.647 orang PMI asal Bali.
Informasi dari Kementerian Luar Negeri, kepulangan PMI masih akan ada baik melalui bandara Ngurah Rai maupun pelabuhan Benoa. Namun, tidak ada data pasti mengenai berapa jumlah PMI yang masih akan pulang seperti diakui Pemprov Bali.
Selain masalah data jumlah PMI, Pemprov Bali juga belum bisa menyebutkan besaran anggaran untuk mengkarantina mereka. “Anggaran yang dipergunakan untuk karantina tentu tidak bisa kita sebutkan jumlahnya,” kata Sekda Provinsi Bali yang juga Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Bali, Dewa Made Indra dalam keterangan pers, Jumat (17/4).
Dewa Indra menambahkan, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika karantina yang dilakukan. Semakin banyak jumlah PMI yang dikarantina, tentu biayanya menjadi semakin besar. “Nanti pada waktunya tentu akan kami laporkan semua karena ini berjalan terus menerus, yang pasti pemerintah tidak akan kekurangan dana untuk menangani COVID-19 ini,” jelasnya.
Dewa Indra juga memastikan ketersediaan APD, masker (masker bedah dah N95) dan alat rapid test masih cukup untuk satu minggu kedepan. Tapi bukan berarti setelah satu minggu, Bali akan kehabisan. “Tidak, karena kita juga selalu menambah ketersediaan APD, rapid test dan lain-lain yang kita butuhkan,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)