Ilustrasi. (BP/Suarsana)

 

Kembali harus dikatakan bahwa problem sosial yang ditimbulkan wabah Covid-19 ini, justru terletak pada masyarakat itu. Sulit sekali mengatur masyarakat untuk mampu memenuhi standar paling dasar dari pencegahan COVID-19 yaitu diam di rumah.

Hanya di negara-negara yang berhaluan sosialis, pengaturan masyarakat lebih mudah dilakukan. Itulah yang menyebabkan Vietnam berhasil mengendalikan virus ini relatif secara lebih baik.

Tetapi Amerika Serikat, Italia, bahkan Iran, termasuk kita di Indonesia, begitu kesulitan mengendalikan masyarakat. Adalah benar bahwa kodrat manusia itu bebas, tetapi sekaligus juga saling berinteraksi. Maka, tidak heran mereka yang baru dua atau tiga hari di rumah sudah tidak tahan dan keluar dari rumah serta kemudian berinteraksi, baik dengan lingkungan maupun masyarakat.

Baca juga:  Bantuan Korban COVID-19 Diminta Jangan Tumpang Tindih

Tetapi manusia bebas terkadang ditafsirkan jauh melenceng. Dalam kasus Covid-19, ada sebagian anggota masyarakat yang keluar rumah, berkendara tanpa memakai masker. Padahal masker menjadi elemen kunci untuk menahan penyebaran wabah ini.

Apa yang mesti kita lakukan untuk memperbaiki kondisi ini? Jelas sebagai masyarakat yang beragama, kita pasti berdoa. Masyarakat sudah melakukan upacara Paneduh Jagat. Tetapi harus diperlukan langkah lain karena ritual itu memerlukan sikap sosial (sekala) yang seimbang. Jika sikap sekala ini ngawur, maka upacara itu tidak cukup memberikan hasil maksimal. Dari situlah kita kemudian memerlukan langkah lain, yaitu langkah hukum. Tidak bisa lain, ini harus dilakukan.

Baca juga:  Pelajaran bagi Politisi Indonesia

Maka penegak hukum harus dilibatkan. Polisi harus ‘’keluar’’ lebih luas untuk menertibkan masyarakat yang suka melanggar ini. Langsung  dilaporkan saja pelanggarannya. Di sini peran polisi sama dengan petugas kesehatan. Polisi justru menjadi garda paling depan untuk menekan penyebaran virus ini. Kita kasihan dengan petugas kesehatan yang demikian tertekan dengan banyaknya pasien Corona yang datang. Beberapa pihak malah menyebutkan diperlukannya tentara.

Dari sisi fungsi mungkin jauh. Tetapi untuk membantu melakukan penertiban dan pengawasan, memang dimungkinkan. Paling tidak membantu penyebaran sarana kesehatan yang diperlukan, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat. Sudah lebih dari sebulan virus ini berkembang di Indonesia. Bahwa di negara-negara lain, virus ini dapat ditekan dengan basis kedisiplinan masyarakat. Maka secara teoretik, di Indonesia pun seharusnya dapat dilakukan hal demikian.

Baca juga:  Pegawai Pemprov Bali Terpapar COVID-19 Harus Isolasi Terpusat, Agar Tak Beratkan APBD Konsumsi Ditanggung Sendiri

Masyarakatlah yang menjadi penentu dari keberhasilan menekan penyebaran virus ini. Pengetahuan sudah ada. Cara juga sudah ada. Nasihat dan imbauan dari pemerintah juga sudah dilakukan. Tidak ada lagi yang dapat mencegah kecuali masyarakat sendiri. Percuma apabila kemudian meminta diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), jika kemudian masyarakat yang melanggarnya sendiri. Dengan demikian, kondisi sosiallah yang meminta agar polisi diterjunkan untuk mengawasi secara langsung sikap dan perilaku masyarakat.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *