SEMARAPURA, BALIPOST.com – Parerem Desa Adat Gelgel yang khusus mengatur warganya dalam menghadapi pandemi COVID-19, akan segera dievaluasi. Ini mengingat pararem tersebut akan berakhir pada 30 April ini.
Hasil evaluasi akan menentukan langkah selanjutnya, apakah akan tetap mengatur tegas tentang pembatasan aktivitas warga hingga pukul 20.00 wita atau tidak. Bendesa Gelgel Putu Arimbawa, Rabu (29/4) mengatakan akan segera membahasnya bersama para prajuru desa adat setempat.
Pihaknya belum berani memberikan gambaran akan seperti apa nanti langkah-langkah yang diambil desa adat, sebelum ada putusan final berdasarkan pasangkepan. “Meski ada pembatasan jam aktivitas warga, tetapi dalam penerapannya tetap toleransi. Bagi yang ada keperluan sangat penting tetap diizinkan. Misalnya, para petani mengairi sawah, yang dapat giliran malam dari subak, tetap diizinkan keluar,” katanya.
Sejauh ini perarem yang digagas Desa Adat Gelgel diawal penanganan pandemi Covid-19 ini cukup efektif. Ini mampu memutus rantai penyebaran wabah Covid-19 di sekitar desa setempat.
Malah setelah sikap ini diambil, kemudian menjadi contoh bagi desa-desa lain di Bali untuk menerapkan langkah serupa, untuk mengurangi aktivitas warga dan physical distancing. “Sejak pertama kali diterapkan sampai akan berakhir, tidak ada yang sampai dijatuhi sanksi adat. Kalau pun ada beberapa warga yang belum paham, kami lakukan upaya persuasif. Sehingga semua warga desa adat mau mematuhinya,” tegasnya.
Penerapan upaya-upaya pencegahan di Desa Adat Gelgel dilakukan langsung Satgas Goyong Royong. Satgas sejauh ini cukup maksimal melakukan tugas-tugasnya. Wilayah Desa Adat Gelgel cukup luas, mewilayahi tiga desa dinas, yakni Gelgel, Kamasan dan Tojan.
Dalam sehari, setidaknya ada sekitar 60 orang yang bertugas di lapangan. Diantara mereka ada klian banjar hingga anggota linmas. “Dalam penerapan tugas-tugas satgas, setiap hari kami langsung evaluasi. Ini akan menjadi bahan evaluasi kami dalam evaluasi isi perarem secara keseluruhan dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini,” jelasnya.
Salah satu yang menjadi bahan evaluasi adalah perlunya pembatasan pedagang dari luar Desa Adat Gelgel yang berjualan di pasar tradisional desa setempat. Ini akan ditinjau lagi, mengingat perlunya upaya mendukung pemerintah dalam upaya mengurangi mobilitas masyarakat di tengah pandemi.
Sebab, beberapa dari mereka ada dari Desa Jumpai, Tangkas, bahkan ada yang dari Karangasem. Selama masa pandemi ini, pihak desa adat juga sudah mencairkan kompesasi sembako bagi seluruh warga Desa Adat Gelgel.
Total, seluruhnya mencapai 17 ton beras senilai Rp 152 juta. Ada juga mie instan Rp 52 juta, minyak goreng seharga sekitar Rp 37 juta dan lainnya. Total, sudah menghabiskan anggaran sekitar Rp 270 juta.
Sembako dibagikan merata kepada semua warga sekitar 3.200 KK. “Maunya awalnya sharing dengan desa dinas. Tetapi birokrasinya panjang. Sepertinya agak sedikit lama. Sehingga agar lebih cepat, kami pakai dana swadaya adat, dibantu LPD juga,” tegasnya. (Bagiarta/balipost)