DENPASAR, BALIPOST.com – Peralihan musim kini mulai terjadi. Musim hujan telah berakhir dan kini akan beralih ke musim kemarau. Kondisi ini akan mejadi kendala bagi Perumda Air Minum Tirta Sewaka Dharma (PDAM) Denpasar.
Mengingat, sebagian besar sumber air bersih perusahaan daerah ini bersumber dari air permukaan atau air sungai. Karena itu, memasuki musim kemarau ini, Dirut Perumda Air Minum Tirta Sewaka Dharma Denpasar, I.B.Gede Arsana didampingi para direkturnya, Rabu (29/4) di IPAL, Blusung, mengatakan pelanggan diminta untuk memiliki bak penampungan, sehingga saat pasokan air seret, kebutuhan akan air bersih tetap bisa terpenuhi.
Dikatakan, di masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, debit air di dua sungai yang digunakan bahan baku air PDAM Denpasar mulai menurun. Dua sungai yang mengalami penurunan debit yakni Tukad Penet dan Tukad Ayung.
Dikatakan, selain penurunan debit air di dua sungai ini, perbaikan karet bendung yang robek di Tukad Petanu juga belum kunjung selesai hingga kini. Sebelumnya memang diinformasikan perbaikan akan selesai dalam waktu seminggu. Namun, kenyataannya hingga kini belum kelar.
Direktur Teknik, Putu Yasa menambahkan, sampai saat ini perbaikan ini masih tetap dilakukan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida. “Sehingga kami membuat kisdam agar bisa mengalirkan air ke Denpasar khususnya Denpasar Barat,” katanya.
Dikatakan, selain itu perbaikan di Tukad Petanu, kondisi air di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Belusung juga mengalami kendala. Karena sumber air di bawah (Tukad Ayung) juga debit airnya menurun.
Bukan hanya menurun, kondisinya juga keruh dan berlumpur. “Di Tukad Ayung, ada air, tapi debitnya menurun. Selain itu, tingkat kekeruhannya juga tinggi karena ada pembangunan Bendungan Sidan, dimana pukul 04.00 sampai pukul 08.00 WITA buang hasil pengerukan sehingga warna airnya coklat,” katanya.
Menurutnya, kondisi air di Tukad Ayung ini terdiri atas 40 persen lumpur dan pasir, sementara air hanya 60 persen. Kondisi ini memerlukan proses yang cukup lama, sehingga pasokan air ke pelanggan dipastikan terganggu. “Kalau dulu 20 persen lumpur dan pasir, sekarang sudah 40 persen, sehingga terjadi penurunan sumber baku,” katanya. (Asmara Putera/balipost)