BANGLI, BALIPOST.com – Harga babi di tingkat peternak saat ini sedang anjlok. Per kilogram babi hanya laku dijual berkisar Rp 15 ribu. Untuk menekan kerugian, peternak belakangan ini memilih memotong hewan ternaknya dengan sistem mepatung.
Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Kabupaten Bangli Sang Putu Adil, Jumat (1/5) mengatakan anjloknya harga babi saat ini, selain karena isu ASF juga akibat dampak dari wabah COVID-19. Permintaan terhadap daging babi di pasaran menurun. “Sekarang pasar sepi akibat dampak Corona. Orang tidak bisa keluar. Belanja susah. Pendapatan masyarakat menurun. Dengan menurunya pendapatan masyarakat, kan jelas kebutuhan yang paling mendasar yang dipenuhi saat ini seperti beras, sayur. Daging jadi nomor dua,” terangnya.
Sebelum adanya wabah COVID-19 dan isu ASF, harga jual babi saat normal berkisar Rp 30 ribu per kilogramnya. Kini anjlok menjadi Rp 15 ribu per kilogram. Berdasarkan hitung-hitungan peternak, idealnya harga jual babi minimal Rp 26 ribu. “Itu harga pokok produksi. Semua sudah hihitung dari pakan, biaya karyawan dan lain-lain,” terangnya.
Di tengah anjloknya harga babi saat ini, peternak memilih memotong ternaknya yang sudah siap potong dengan sistem mepatung. Sebelum memotong, peternak akan mengumpulkan sekitar dua puluh orang yang mau diajak mepatung. Dengan mepatung satu kilogram babi kena di harga Rp 20 ribu. Hal itu tentunya mampu menekan kerugian peternak. “Ada juga yang jual secara online satu paket isi 4 kilogram daging campur harga Rp 100 ribu,” terangnya.
Peternak asal Desa Jehem, Tembuku itu mengungkapkan sampai saat ini kasus kematian babi di Bangli masih terjadi. Populasi babi saat ini sudah menurun. Untuk mngurangi kasus kematian babi akibat virus, yang bisa dilakukan peternak adalah dengan memperketat bio security. (Dayu Rina/Balipost)