SINGARAJA, BALIPOST.com – Menyusul darurat pandemi COVID-19, pemerintahan desa diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk percepatan penanganan COVID-19 di wilayah masing-masing. Anggaran yang di cover desa adalah untuk membantu realisiasi program Jaring Pengaman Sosial (JPS) warga yang terdampak pandemi COVID-19. Karena mendesak, setiap desa sekarang di tuntut harus sudah menyelesaikan penyusunan anggaran penanganan COVID-19 melalui pembahasan APBDes Perubahan Tahun 2020.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Buleleng, Made Subur, akhir pekan lalu. Mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Buleleng ini mengatakan, untuk membantu pemerintahan desa merampungkan penyusunan APBDes Perubahan Tahun 2020, PMD menginstruksikan pemerintahan desa memakai aplikasi Sistem Keuangan Desa (Seiskeudes). Dengan bantuan aplikasi ini, pihaknya optimis kalau setiap pemerintahan desa di Bali Utara menyusun APBDes Perubahan Tahun 2020 dengan tuntas di bulan ini.
Sejak masa darurat pandemi COVID-19 terjadi, pemerintahan desa sudah merealisasikan pemanfaatan angagran dana desa melalui perubahan APBDesa mendahului. Kalau dikaitkan dengan regulasi, maka cara ini dapat dilakukan. Salah satunya, pemanfaatan dana desa yang jumlahnya beragam di setiap desa untuk penanganan COVID-19. Selain itu, pembiayaan satgas di desa juga memungkinkan dibiayai dari dana desa itu sendiri. “Perubahan mendahului ini boleh dilakukan sesuai aturan yang ada,” katanya.
Menurut birokrat asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar ini, dari 129 desa di Buleleng maka dana desa untuk penanganan COVID-19 seluruhnya Rp 38 milyar. Sesuai instruksi pemerintah pusat, dana desa bisa dialokasikan untuk membiayai program Padat Karya Tunai (PKT) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
PKT diprioritaskan untuk korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat anjloknya perekonomian di tengah pandemi COVID-19. Sementara itu, BLT dengan alokasi dana desa, skemanya sesuai instruksi pemerintah pusat, dirancang dalam bentuk tunai dan non tunai. Untuk non tunai, akan melibatkan melibatkan PT. POS dan perbankan nirlaba. Sedangkan kalau skema tunai, nanti diberikan kepada perangkat desa yang menangani. BLT yang dibagikan oleh Perangkat desa sebanyak Rp 600.000 tiap warga. Sehingga model realisasi ini akan mengurangi kerumunan warga. “Orang yang berhak menerima, akan diantar langsung dan disaksikan oleh Bhabinkamtibmas dan Babinsa. Ini penting, sehingga hak-hak masyarakat segera terpenuhi,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng Nur Chusniah mengatakan, sebagai lembaga penegak hukum, maka pihaknya akan fokus melakukan pengawasan pemanfaatan dana desa agar terhindar dari masalah hukum. Pihaknya mencontohkan, uuntuk realisasi BLT, data penerimanya ini harus akurat dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Jangan BLT salah sasaran atau bahkan penerimanya ganda, maka akan memicu masalah serius, hingga bersinggungan dengan hukum.
“Jangan sampai ada salah sasaran atau bahkan penyelewengan. Kami juga sudah melakukan sosialisasi dan pendampingan para perbekel agar pemanfaatan dana desa ini sesuai regulasi, sehingga tidak terseret hukum di kemudian hari,” katanya. (Mudiarta/Balipost)