Wairocana. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Masalah Keuangan di tengah pandemi Covid-19 akan menjadi riskan dan banyak diperbincangkan. Secara ekonomi, sebagian besar masyarakat merasakan dampak pandemi yang mendunia itu. Bahkan ada pemerintah yang mewacanakan akan meminta bantuan LPD, jika pemerintah nanti membutuhkan.

Lantas, bisakan LPD menjadi lembaga keuangan partner pemerintah dalam masa pandemi ini. Bagaimana perspektif hukumnya?

Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H.,M.H., berpendapat, persoalan tersebut mesti ditinjau dari tiga aspek. Yakni, aspek filosofis, aspek sosiologis dan aspek yuridis. Filosofisnya ide tersebut sangat bagus, dalam artian pemerintah sangat memikirkan masyarakatnya. Yakni, bagaimana supaya masyarakat tidak sampai nanti terjadi kelaparan.

Dari aspek sosiologis, dengan adanya virus Covid-19 yang diprediksi lama, pemerintah melakukan antisipasi untuk masa depan. Apalagi, yang berencana melakukan peminjaman pasti tau kondisi keuangan internal.

Baca juga:  Memprihatinkan! Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba di Bali Capai Belasan Ribu Orang

Nah, masalahnya muncul justeru dari perspektif hukum. Menurut Prof. Wairocana, pemerintah meminjam dana, atau menjadikan LPD sebagai partner keuangan dalam mengatasi wabah virus ini dinilai sangat riskan.

“Ibaratnya di dalam madu itu, ada racun di belakangnya,” ucap akademisi Unud itu.

Kata dia, jika dilihat PP No. 56 tahun 2018, tentang Pinjaman Daerah, Pasal 9 ayat 1, pinjaman daerah bersumber dari, A ; pemerintah pusat, B ; daerah lain, C ; LKB (Lembaga Keuangan Bank), D ; LKBB (Lembaga Keuangan Bukan Bank), E ; masyarakat.

Baca juga:  Cegah Fraud, Diperlukan Metode Self Control Sad Ripu

Dan pada ayat 4 dari pasal 9 itu, LKB dan LKBB sebagaimana dimaksud pada ayat 1, huruf C dan D, dijelaskan di sana wajib berbadan hukum dan berkedudukan di wilayah Indonesia. Kata dia, masalahnya adalah LPD belum berbadan hukum. Hanya di dalam Perda Provinsi Bali No. 3 tahun 2017 tentang LPD, dijelaskan bidang usahanya LPD itu mencakup menerima, mengimpun dana dari krama desa dalam bentuk dana sepelan dan dana sesepelan. Memberikan pinjaman pada krama desa dan desa. Jadi LPD jiwanya adalah untuk krama desa yang bersangkutan. Memang, dalam Perda diperluas, LPD dapat memberikan pinjaman pada krama desa lain.

Singkatnya, dari kaca mata hukum, pemerintah tidak boleh minjam di LPD. “Pertanyaanya, mengapa tidak ke BPD saja. Kan BPD itu sudah berbadan hukum dan pemkab juga punya andil di sana,” tandas mantan Dekan Fakuktas Hukum Unud itu.

Baca juga:  Wacana Perubahan Nama LPD, Dinilai Ganggu Aspek Historis dan Yuridis

Apalagi, sambung Prof. Wairocana, ada Instruksi Mendagri No.1 tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease di Lingkungan Pemerintah Daerah. Di sana ada opsi, antara lain mengatur tentang biaya tak terduga. Jadi, pemda diberi keleluasaan dalam penangan itu.

“Intinya, berdasarkan PP No. 56 tahun 2018, tentang Pinjaman Daerah, apapun alasannya lembaga keuangan yang dipinjami harus berbadan hukum,” tutup akademisi Prof. Wairocana. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *