AMLAPURA, BALIPOST.com – Ritual upacara penyatuan tiga keris pusaka dilaksanakan di Pura Bhur Bwah Swah Loka di Bukit Bisbis atau Gunung Seraya, di Desa Seraya Timur, Karangasem, Kamis (7/5). Penyatuan tiga keris pusaka ini dilakukan, sebagai upaya untuk mendoakan agar jagat Bali dan nusantara selamat di tengah bencana, khususnya COVID-19.
Pengelingsir Puri Jro Gede Pemahyun Sidemen, Ida Tjokorda Sutedja Pemahyun, Jumat (8/5) mengungkapkan, ada tiga keris pusaka yang disatukan yakni keris pusaka Ki Baru Semang dari Puri Gede Buleleng, Keris Ki Sudamala/ Pengawan Tjanggu dari Puri Jro Gede Pemahyun Sidemen, dan Keris Pusaka Ki Tunjung Tutur dari Puri Blahbatuh Gianyar.
“Penyatuan tiga keris pusaka ini, merupakan langkan niskala yang dilakukan untuk keselamatan atau kerahayuan jagat bali di tengah COVID-19 ini. Sehingga, wangsuh tiga keris ini dilakukan di Pura Bhur Loka, Bwah Loka dan Swah Loka di Bukit Bisbis. Tirta dilebur di sana dan tirtanya juga dipergunakan untuk kepentingan umat, agar terlepas dari COVID-19 ini,” ujarnya.
Ida Tjokorda Sutedja Pemahyun, menambahkan, sebelum pelaksanaan upacara penyatuan tiga keris pusaka ini, pihaknya juga sudah sempat bertemu dengan Gubernur Bali, I Wayan Koster. Kata dia, karena ada pawisik terkait penyatuan tiga keris ini, pihak puri Puri Jro Gede Pemahyun Sidemen mendukung pelaksanaan upacara tersebut.
“Demi keselamatan jagat Bali, kita harus bersama-sama untuk melaksanakan sesuatu. Yang penting jagat Bali gelis dan treti (selamat),” jelas Pemayun.
Ditanya terkait pemercikan tirta, Ida Tjokorda Sutedja Pemahyun, menegaskan, nantinya tirta akan dibagikan ke seluruh pusat pemerintahan kabupaten, Provinsi Bali. “Tirta juga dipercikkan di Pura Jagatnata, sehingga bisa mendapatkan kesehatan,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Arta Dipa, mengatakan, kalau pihalnya mendapatkan petunjuk alam, agar jagat Bali dan nusantara teduh di tengah COVID-19 ini, supaya tiga keris pusaka ini disatukan. Sebab, selain mencegah dengan secara sekala, pencegahan secara niskala juga perlu dilakukan. Karena sebagai orang Bali, “Memang untuk memahami perospan niskala ini, tidak mudah. Tapi, kalau tidak dijalankan, maka saya juga merasa bersalah. Sehingga, saya akan lakukan sesuai kemampuan yang saya punya,” katanya. (Eka Parananda/balipost)