LPD
Ilustrasi LPD. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tapi juga sosial ekonomi masyarakat. Tak sedikit pihak yang mendorong Lembaga Perkreditan Desa (LPD) agar turut bergerak dalam penanganan dampak tersebut.

Dalam hal ini, membantu masyarakat di desa adat yang sedang kesulitan menghadapi COVID-19. “Namun, bantuan yang diberikan tidak boleh membawa risiko bagi LPD,” ujar Wakil Ketua DPRD Bali, I Nyoman Sugawa Korry di Denpasar, Minggu (10/5).

Risiko yang dimaksud, kata Sugawa Korry, membuat LPD yang sehat menjadi kurang sehat, apalagi tidak sehat. Kendati, membantu masyarakat yang sedang membutuhkan adalah salah satu tugas penting LPD.

Namun dalam pelaksanaannya, agar dipahami bila LPD adalah lembaga keuangan milik desa adat yang berkedudukan di wewidangan desa adat. Usahanya adalah menghimpun dana dari krama desa, dan memberikan pinjaman kepada krama desa dan desa. “Memberikan pinjaman krama desa lain juga dibenarkan, asalkan ada kerjasama antar desa,” imbuhnya.

Baca juga:  Bupati Giri Prasta Ajak Desa Adat dan LPD Patuhi Regulasi Hukum

Menurut Sugawa Korry, LPD wajib dikelola dengan prinsip kehati-hatian karena mengelola dana masyarakat dan menyalurkan dana ke masyarakat. Menerima dana masyarakat juga menanggung konsekuensi untuk wajib membayar biaya berupa bunga giro dan atau bunga deposito.

Begitu juga ketika menyalurkan dana kredit ke masyarakat, menanggung risiko tunggakan kredit dan beban operasional administrasi dan karyawan. “Mengingat ada kewajiban membayar bunga, jumlah modal sendiri yang menjamin keamanan dana masyarakat sebesar 17,62% serta kewajiban tingkat tunggakan yang rendah, maka LPD wajib dikelola dengan prinsip kehati-hatian,” papar Politisi Golkar ini.

Baca juga:  DPRD Bali Tak Sepakat MUDP Ikut Urusi LPD

Sugawa Korry menambahkan, prinsip ini juga berlaku saat LPD harus melaksanakan fungsi sosialnya. Yaitu membantu masyarakat desa yang sifat kesulitan menghadapi COVID-19.

Oleh karena itu, LPD yang akan membantu masyarakat disarankan mempertimbangkan sejumlah hal. Diantaranya, tingkat kesehatan LPD (sehat dan cukup sehat, red), menggunakan dana seperti dana sosial, dana pemberdayaan masyarakat desa, serta kalau disepakati jasa produksi dan dana pemberdayaan.

LPD agar menghindari penggunaan dana modal sendiri maupun dana simpanan masyarakat. Apabila tidak ada kerjasama antardesa, memberikan pinjaman kepada pihak lain agar tidak boleh dilakukan.

Hal itu juga berlaku untuk pemerintah. “Hal ini penting untuk disampaikan, agar jangan terjadi pemberian bantuan oleh LPD secara tidak proporsional, yang berakibat terhadap kemungkinan LPD ikut terpuruk, dari LPD yang terkatagori sehat menjadi kurang sehat dan atau tidak sehat,” jelas Ketua DPD Golkar Bali ini.

Baca juga:  Dukung Program Nol Persen Kemiskinan di HPBMD, Ini Dilakukan Karangasem dan Buleleng

Hingga Maret 2020, lanjut Sugawa Korry, kekayaan LPD se-Bali mencapai Rp 24,35 triliun. Kredit yang disalurkan Rp 16,04 triliun, simpanan masyarakat Rp 20,59 triliun dan akumulasi modal Rp 4,29 triliun.

Dari total kekayaan LPD Rp 24,35 triliun, yang merupakan modal sendiri Rp 4,29 triliun atau 17,62 persennya. Dalam perjalanannya, 836 LPD dalam kondisi sehat (64,70 persen), 244 LPD cukup sehat (18,9 persen), 142 LPD kurang sehat (11 persen), dan 70 LPD tidak sehat (5,4) persen. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *