Oleh Dr. A.A. Ngurah Yudha Martin Mahardika, S.Pd., M.Pd. dan Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. 

Kemunculan Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi memberikan peluang sekaligus tantangan dalam pengembangan kurikulum perguruan tinggi. Perlu ditegaskan bahwa tujuan dari Permendikbud tersebut adalah mendukung program ‘’Kampus Merdeka’’. Kampus memiliki kemerdekaan dalam merancang pola pengembangan kurikulum beserta mata kuliah yang ditawarkan yang mampu memfasilitasi mahasiswa untuk bebas dalam memilih program dan mata kuliah yang sesuai dengan kebutuhannya.

Kemerdekaan ini haruslah disambut dengan jalan inovatif, dengan mengubah pola lama dan memunculkan pola baru dalam penawaran mata kuliah. Pola baru inilah yang wajib digodok baik intra maupun antaruniversitas dan lembaga non-PT.

Terdapat beberapa pola pengembangan kurikulum dan penawaran mata kuliah. Pola pertama dilakukan dengan menelaah pemaknaan SKS (Satuan Kredit Semester). SKS tidak lagi dimaknai sebagai ‘’jam belajar’’, namun sebagai ‘’jam kegiatan’’. Ini berarti bentuk-bentuk perkuliahan tanpa kelas menjadi sangat dimungkinkan. Keterbatasan ruang kelas serta lokasi perkuliahan bisa diatasi dengan pemunculan mata kuliah online yang bisa dilaksanakan antarfakultas maupun universitas. Sejalan dengan pasal 6 ayat 4 tentang bentuk pengalaman kerja, serta pasal 14 ayat 5 tentang berbagai bentuk pembelajaran, pemunculan satu mata kuliah (MK) pilihan pengalaman kerja (pelatihan kerja, kerja praktik, praktik kerja lapangan atau bentuk kegiatan lain yang sejenis) sebaiknya diwajibkan. Tujuannya mewajibkan satu MK pilihan pengalaman kerja adalah mencapai lulusan yang siap kerja.

Baca juga:  Jalan Teknologi

Pola kedua yang diusulkan adalah memunculkan beberapa MK pilihan/alternatif yang bisa diambil antarprodi, antarfakultas dan universitas. Dibutuhkan FGD untuk penyamaan jenis mata kuliah yang ditawarkan serta bobot perkuliahan (SKS). Kerja sama semacam ini akan memudahkan pengakuan kredit perkuliahan bagi mahasiswa. Sebagai saran dalam menelaah MK alternatif, penelaahan keterampilan lunak soft skills perlu dilakukan. Seperti yang sudah diketahui dan dibuktikan, keterampilan lunak menjadi faktor penting dalam kesuksesan di dunia kerja.

Sebagai contoh, hasil penelitian National Association of Colleges and Employers pada tahun 2002 pada 457 pimpinan perusahaan, ditemukan bahwa keterampilan komunikasi menempati peringkat I, jauh mengalahkan IP yang menempati peringkat ke-17. Hal ini berarti bahwa mahasiswa butuh diajarkan kemampuan berkomunikasi secara terarah dan terukur melalui sebuah pembelajaran. Mata kuliah sejenis Public Speaking dapat dimunculkan sebagai mata kuliah alternatif yang dapat dipilih oleh mahasiswa dari prodi manapun. Begitupun MK Kewirausahaan yang menjadi kebutuhan masa depan.

Lulusan nantinya tidak lagi mengejar pekerjaan, namun mampu menciptakan pekerjaan. Sebagai MK penciri satu universitas, mata kuliah kearifan lokal bisa ditawarkan. MK ‘’Aplikasi Tri Hita Karana’’ bisa dimunculkan sebagai MK penciri yang bisa diambil antarprodi dalam universitas yang sama. Pada pola kedua ini, acuan yang dijadikan MK adalah keterampilan lunak yang bisa diambil oleh mahasiswa dari prodi manapun.

Baca juga:  Keunggulan Komparatif Pariwisata Bali

Pola ketiga bisa disebut sebagai pola inovatif dalam melakukan perubahan kurikulum dan menawarkan mata kuliah alternatif. Disebut inovatif, karena mata kuliah yang ditawarkan menyesuaikan dengan kebutuhan di abad ke-21 dan revolusi industri 4.0 serta pola pembelajarannya yang mungkin akan berbeda dari pola sebelumnya. MK alternatif inovatif ini bisa dilaksanakan di dalam maupun di luar kelas, memanfaatkan teknologi, dengan bentuk pembelajaran yang semipraktikum dan praktik kerja. Berikut beberapa contoh mata kuliah yang bisa ditawarkan guna menampung ide MK alternatif inovatif.

Terkait dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan akan keterampilan pemanfaatan dan pembuatan teknologi, mata kuliah Basic Coding atau Pemrograman Mobile bisa ditawarkan. Menilik revisi taksonomi Bloom (revised Bloom’s taxonomy), kemampuan berkreasi/mencipta menjadi ranah utama dalam pembelajaran. Sebagai contoh, mata kuliah Basic Photography and Videography serta Content Creation bisa diprogramkan dalam kurikulum.

Lulusan nantinya diharapkan bisa membuat konten-konten kreatif yang mendukung pekerjaannya di masa depan. Hal ini juga sejalan dengan kebutuhan di lapangan, di mana pemanfaatan dan pembuatan media promosi dan bahan ajar, membutuhkan keterampilan fotografi, videografi, dan desain. Lebih lanjut, guna mendukung kemampuan berorganisasi, yang menjadi salah satu penciri mahasiswa, ekstrakurikuler bisa dijadikan pilihan MK, atau dirangkum dalam sebuah mata kuliah semacam MICE (Meeting, Incentive, Conference, and Exhibition) atau Event Organizing.

Baca juga:  Kampus Merdeka Tantangan Bagi Dosen

Nilai MK bisa didapatkan dari aktivitas ekstrakurikuler yang diubah menjadi program kurikuler yang terprogram dan terbimbing. Penilaian program wajib memiliki penilaian yang akuntabel, memiliki prosedur, dan kriteria yang jelas guna meraih capaian lulusan. Indikator capaian wajib menjadi acuan dalam lembar observasi, portfolio, penilaian produk maupun unjuk kerja. Penawaran mata kuliah semacam ini diharapkan mampu membantu meningkatkan potensi mahasiswa bukan hanya akademik melainkan juga nonakademik mahasiswa.

Semoga dengan ‘’kemerdekaan’’ yang dicanangkan pemerintah, perancang kurikulum dapat memunculkan mata kuliah yang mampu menyokong kebutuhan lulusan yang tidak hanya mampu bekerja namun bisa menghasilkan pekerjaan. Diharapkan juga, lulusan tidak hanya memiliki kompetensi tunggal, melainkan multikompetensi, terlatih dalam mengoptimalkan keterampilan lunak, serta mampu menghadapi tantangan abad ke-21 dan revolusi industri 4.0.

Penulis, Dr. A.A. Ngurah Yudha Martin Mahardika, S.Pd., M.Pd. (Dosen Prodi Perhotelan (D-3) Undiksha) dan Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. (Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha) 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *